WARTABUANA – Cinta memang banyak menjadi tema sebuah karya yang seperti mata air yang terus mengalir. Demikian juga dengan novel ‘Chemistry’ karya Akhmad Sekhu yang berkisah tentang cinta Aura dan Baskara, dua sejoli, yang harus memperjuangkan cinta sejatinya. Tak hanya itu saja, novel setebal 318 halaman ini juga terdapat cerita politik dan kearifan lokal.
“Ide awal penulisan ini kenangan saya pada waktu kecil suka ke ladang tebu di kampung saya desa Jatibogor, kec. Suradadi, kab. Tegal, prop. Jawa Tengah, “ kata Akhmad Sekhu mengawali penjelasan mengenai novelnya.
Lebih lanjut, lelaki kelahiran Tegal, 27 Mei 1971 itu menerangkan, bahwa sungguh sayang kalau kenangan-kenangan indah dalam hidup kita tidak dituliskan.
“Untuk itu, berangkat dari kenangan indah ini saya menuliskannya dalam novel ‘Chemistry’, anak-anak kampung juga punya kisah cinta yang indah, istilahnya ‘romantisme ndeso’, Aura suka pada tebu yang manis-manis, sedangkan Baskara yang mencarikan tebunya, meski harus berhadapan dengan penjaga tebu yang galak-galak, “ terangnya.
Menurut Sekhu, kalau cinta anak kota biasanya di mall, tapi dalam novel ‘Chemistry’ kisah cinta anak kampung di ladang tebu.
“Tapi saya tidak mempertentangkan desa-kota, karena cinta itu universal yang dimiliki setiap makhluk yang bernyawa. Bahkan dalam novel ini, Aura pergi ke kota dan kemudian mengalami berbagai pengalaman orang urban pada umumnya, apalagi Aura kerja di biro periklanan, dunia kreatif, “ ungkapnya.
Sekhu menyampaikan novel yang dikerjakannya di sela-sela tugasnya sebagai wartawan itu juga sarat dengan kisah konspirasi politik.
“Bagaimana rasanya hidup di kampung yang dikuasai sekelompok orang yang ingin tetap berkuasa atas kampungnya. Lalu, terdapat hukum adat desa setempat yang begitu kuat. Aura dan Baskara mendapat hukuman cambuk dan pengasingan di gudang belakang rumah. Sebenarnya itu akal-akalan Hendra, anak kepala desa, yang sakit hati karena mencintai Aura, tapi ditolak, “ bebernya.
Adat Istiadat maupun hukum adat desa setempat adalah kearifan lokal yang begitu kental dalam novel ini.
“Desa Karanglo dalam genggaman Kepala Adat yang sangat menjunjung tinggi budi pekerti luhur sehingga tak segan seberat-beratnya menghukum bagi siapa saja yang berbuat kejahatan dan kemaksiatan. Oleh karena itu Desa Karanglo bebas dan aman dari segala perbuatan kejahatan dan kemaksiatan. Masyarakat Desa Karanglo sangat sadar bersama-sama menjunjung tinggi budaya timur yang luhur, “ paparnya panjang lebar.
Aura dalam novel ini menderita gangguan jiwa berat skizofenia paranoid. Tapi uniknya justru karena itu, Aura mempunyai pemikiran aneh yang out of the box dalam membuat ide-ide pembuatan iklan yang cemerlang di tempat kerjanya di biro periklnan. “Sehingga karir Aura bagai meteor melesat cepat dan menjadi kepercayaan bos periklanan, “ tegasnya.
Sekhu berharap novel ini mendapat sambutan dari masyarakat. Novel sebelumnya ‘Jejak Gelisah’ sering menjadi bahan penulisan skripsi mahasiswa dalam meraih gelar sarjana. “Saya ingin mempertaruhkan seluruh hidup saya untuk Insya Allah selalu berkarya, “ pungkasnya sumringah.[]