WARTABUANA – Revolusi industri kini telah masuk era 4.0 berbasis teknologi digital. Sejauh mana Indonesia mampu mengikuti perubahan yang sudah merambah hampir diseluruh sendi kehidupan. Gerakan Nasional Revolusi Mental diharapkan mampu membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) penuh daya saing.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (Dismed FMB) 9 dengan tema “Membangun Karakter dan Mental Indonesia” di Ruang Rapat Utama, Kantor Staf Presiden (KSP), Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Hadir sebagai narasumber, Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid, Deputi IV Kemenpora Chandra Bekti, Deputi Bidang Koordinasi Budaya Kemenko PMK Nyoman Shuida, dan Staf Ahli Mensos Bidang Aksebilitas Mardjuki.
Sebagaimana Inpres No. 12/2016, Kemenko PMK telah menetapkan lima program gerakan revolusi mental. Yakni, Indonesia Melayani, Indonesia Bersih, Indonesia Tertib, Indonesia Mandiri, dan Indonesia Bersatu.
“Gerakan revolusi mental merupakan gerakan yang fenomenal. Dalam kehidupan sehari-hari telah banyak terjadi perubahan.Salah satu contohnya yang terjadi di comnuter line (kereta api jabodetabek) di mana saat ini sudah dinilai lebih baik dari sebelumnya,” jelas Hilmar.
Menurut Dirjen Kebudayaan, revolusi karakter menjadi jantung dari Gerakan Nasional Revolusi Mental. Untuk itu, harus terus ditumbuhkembangkan di tengah masyarakat.
“Gerakan revolusi mental merupakan gerakan yang fenomenal. Dalam kehidupan sehari-hari telah banyak terjadi perubahan.Salah satu contohnya yang terjadi di comnuter line (kereta api jabodetabek) di mana saat ini sudah dinilai lebih baik dari sebelumnya,” jelas Hilmar.
Hal yang sama menurut Hilmar juga terjadi di pembangunan infrastruktur. “Terkait infrastruktur, jangan hanya dilihat secara fisik. Tapi lihat juga side effectnya dari sisi kebudayaan,” ujarnya.
Selanjutnya, menurut Dirjen Kebudayaan, penguatan pada pendidikan karakter. Pola yang dilakukan sebisa mungkin melalui hal-hal yang praktis. Misalnya, peserta didik diarahkan untuk bergotong royong melakukan bersih-bersih sekolahnya.
“Di Jepang, tidak ada OB (Office Boy) karena semua pekerjaan bisa dilakukan dan menjadi tanggung jawab masing-masing. Sementara persepsi di Indonesia masih berbeda, segala sesuatu harus dibantu oleh orang lain,” pungkas Hilmar.
Sementara itu menurut Nyoman Shuida, semua gerakan revolusi mental sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai contoh, gerakan Indonesia Melayani di bidang pelayanan publik yang dikoordinasikan Kementerian PANRB. Program ini berhasil mengintegrasikan pelayanan daerah dan pusat dalam satu lokasi yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi masyarakat. “Salah satu bentuknya adalah pembentukan Mal Pelayanan Publik,” jelas Nyoman.
Dalam paparannya, Nyoman menyebutkan instansi yang tergabung dalam Mal Pelayan Publik, adalah Kementerian/Lembaga; Pemda Kab/Kota; BUMN/BUMD; Perbankan.
Sementara itu dalam Program Indonesia Mandiri, capaiannya antara lain mempermudah akses ekonomi lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ditandai dengan penurunan suku bunga dari 9 persen (2017) menjadi 7 persen di 2018.
Sementara itu upaya pemasyarakatan kewirausahaan kaum muda mencakup 9.000 orang. “Pemerintah juga memberikan bantuan modal awal bagi wirausaha pemula sebanyak 3.156,” imbuh Nyoman. []