WARTABUANA – Polri menyatakan aktivis sosial Ratna Sarumpaet tak bisa dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait informasi hoax penganiayaan. Namun, kata Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, Ratna bisa dijerat dengan UU KUHP.
“Kalau Bu Ratna kan tidak menggunakan Undang-Undang ITE. Tapi bisa dijerat dengan KUHP. Kalau hoax itu (terkait) ITE. Dia (Ratna) kan nggak (menyebarkan hoax) menggunakan ITE,” kata Setyo Wasisto kepada wartawan, Kamis (4/12018).
Setyo menjelaskan alasan Ratna tak bisa dijerat dengan UU ITE yakni karena Ratna bukanlah orang yang menyebarkan informasi hoax penganiayaannya melalui media elektronik. Sebab, Ratna hanya bercerita ke seseorang dan orang tersebut lah yang menyebarkan hoax tersebut.
“Kan dia menyampaikan ke Pak Prabowo, kemudian Rachel Maryam juga itu menggunakan Twitter, Fadli Zon, Dahnil Anzar Simanjuntak. Ini kan udah di-capture semua sama penyidik,” terang Setyo.
Setyo mengaku belum bisa bicara lebih jauh soal status orang-orang yang terlibat dalam penyebaran hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet. Ia akan terlebih dahulu melihat konstruksi hukumnya.
“Nanti kita lihat aturan yang berlaku,” ucap Setyo.
Sebelumnya, mencuat informasinya adanya penganiayaan yang dialami oleh Ratna Sarumpaet di Bandung, Jawa Barat pada 21 September 2018. Prabowo hingga Amien Rais lantang membela Jurkamnasnya itu.
Belakangan polisi mengungkap bahwa pada tanggal tersebut Ratna justru melakukan perawatan bedah wajah di RS Bina Estetika Menteng, Jakarta Pusat. Usai kabar itu meluas di kalangan masyarakat, Ratna akhirnya muncul ke publik pada Rabu (3/10) kemarin.
Dengan terbata-bata di kediamannya, dia mengakui bahwa semua informasi yang beredar soal penganiayaan yang dialaminya adalah hoax. Dia mengaku kebohongan itu awalanya hanya untuk keluarganya semata, namun ternyata dia berbohong ke kubu Prabowo-Sandiaga hingga melebar menjadi konsumsi publik.[]