WARTABUANA – Penunjukan Walikota sebagai Ex-Officio BP Batam melanggar UU No.23 /2014 tentang Pemerintahan Daerah karena Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan. Lantaran berpotensi juga munculnya konflik kepentingan anggaran dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah.
lni preseden buruk pelanggaran UU No 1 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 76 UU No.23/2014 pun mempunyai spirit agar pejabat daerah tidak menghadapi konflik kepentingan (conflict of interest). Potensi abuse of power pun terbuka karena Walikota nota bene pejabat politik.
Rencana pengalihan BP Batam ke Pemkot Batam semakin meningkatkan ketidakpastian regulasi, peraturan, Iahan, infrastruktur hingga kepastian insentif bagi investor.
Dualisme kelembagaan dapat diselesaikan dengan mengacu UU No.53/1999 ayat 21 huruf C. Dengan memberikan amanat kepada Pemerintah untuk segera membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam (cq. BP Batam).
Namun Pemerintah Pusat hingga kini belum merealisasikannya. Pemerintah malah mengusulkan FTZ menjadi KEK, dan memutuskan Walikota sebagai Kepala BP Batam ex-officio. Kondisi ini menyebabkan bertambahnya penurunan kinerja ekonomi di Batam, hal itu terjadi setelah Pemprop dan Pemko ikut mengatur sektor ekonomi, investasi, industri dan pariwisata di Batam.[]