ZURICH, WB – Presiden FIFA, Sepp Blatter memastikan status Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 tetap aman, meski negara Timur Tengah itu tengah diisukan masalah suap.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, pihak penyidik FIFA menemukan adanya beberapa bukti kuat terkait suap dalam proses pemilihan Qatar sebagai tuan rumah kompetisi empat tahunan itu yang diadakan pada 2022 mendatang.
Penyelidikan pun digelar guna mencari fakta-fakta lanjutan dalam kasus yang menjerat mantan anggota Komite Eksekutif FIFA dan tokoh kunci keberhasilan Qatar jadi tuan rumah Piala Dunia, Mohammed Bin Hammam.
Kontroversi itu pun membuat negara-negara dibawah naungan FIFA memprotes dan meminta untuk diadakannya pemilihan ulang. Terlebih, Qatar mendapatkan sorotan akibat ancaman cuaca panas selama penyelenggaraan Piala Dunia.
“Sekali lagi, komite eksekutif telah mengatakan bahwa kami tidak menempatkan Piala Dunia di Qatar dalam tanda tanya. Dan kami sekarang sedang menunggu hasil investigasi yang telah dilakukan oleh otoritas independen,” kata Blatter kepada Sky Sports.
Blatter lantas ditanyai pandangannya terkait voting ulang, apakah perlu dilakukan seandainya dugaan suap tersebut terbukti oleh tim investigasi.
“Saya bukan nabi. Itu saja. Kami menunggu hasil investigasi dan kita akan lihat apa yang akan terjadi,” tuturnya.
Mengetahui hal tersebut, Jepang sebelumnya sudah mengatakan siap untuk kembali menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 menggantikan Qatar.
Terlebih Jepang sudah pernah dipercaya menggelar kompetisi paling terakbar di dunia itu pada tahun 2002 bersama Korea Selatan. Penyelenggaraan Piala Dunia tersebut dianggap sebagai salah satu yang tersukses.
Bukan hanya Jepang, Inggris pun menyatakan siap menggelar Piala Dunia 2022 jika memang hak Qatar dicabut. Inggris sendiri sebelumnya merupakan saingan Qatar dalam pemilihan tuan rumah.
“Kita harus membiarkan investigasi berjalan sesuai arahnya. Tapi tentu saja, Inggris adalah rumah dari sepakbola. Jadi kami selalu senang bisa memberikan sebuah tempat untuk olahraga ini,” kata Perdana Menteri David Cameron.[]
Comments 9