RUU tersebut mencakup anggaran belanja baru senilai 550 miliar dolar AS untuk proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, jalur kereta penumpang, air minum, dan sistem pengolahan air limbah. Paket infrastruktur lainnya mencakup anggaran belanja yang telah disetujui sebelumnya.
WASHINGTON, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Senin (15/11) mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) infrastruktur bipartisan senilai 1 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.206), setelah tertunda berbulan-bulan di tengah perselisihan kubu Demokrat atas paket belanja sosial.
“Di sini, di Washington, kita telah mendengar begitu banyak pidato dan janji, buku putih dari para ahli. Namun, hari ini kita akhirnya menyelesaikan ini,” kata Biden pada Senin dalam upacara penandatanganan di Gedung Putih yang dihadiri oleh para anggota Kongres, gubernur, dan wali kota.
“Jadi pesan saya kepada rakyat AS adalah, AS bergerak lagi, dan kehidupan Anda akan berubah menjadi lebih baik,” katanya.
Biden menunjuk mantan wali kota New Orleans Mitch Landrieu sebagai penasihat senior Gedung Putih untuk mengoordinasikan implementasi RUU infrastruktur tersebut.
RUU itu mencakup anggaran belanja baru senilai 550 miliar dolar AS untuk proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, jalur kereta penumpang, air minum, dan sistem pengolahan air limbah. Paket infrastruktur lainnya mencakup anggaran belanja yang telah disetujui sebelumnya.
Senat AS menyetujui RUU tersebut pada Agustus lalu. Kemudian, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrat yang progresif menahan RUU yang diloloskan Senat tersebut selama berbulan-bulan, menuntut pemungutan suara atas paket belanja sosial yang lebih besar, tetapi akhirnya gagal.
DPR AS akhirnya menyetujui RUU infrastruktur tersebut awal bulan ini setelah anggota DPR kubu Demokrat yang progresif dan moderat setuju untuk meloloskan paket belanja sosial senilai 1,75 triliun dolar AS selambat-lambatnya pada pekan yang dimulai pada 15 November.
Masih belum jelas apakah kedua kamar Kongres memiliki cukup suara untuk meloloskan paket belanja sosial tersebut karena beberapa anggota parlemen kian khawatir dengan meningkatnya tekanan inflasi.
“Berdasarkan informasi yang ada, ancaman yang ditimbulkan oleh rekor inflasi terhadap warga AS tidaklah ‘sementara’ dan malah semakin buruk,” kata Joe Manchin, seorang anggota senat moderat yang penting dari Partai Demokrat asal West Virginia, baru-baru ini di Twitter.
“Mulai dari toko kebutuhan sehari-hari hingga stasiun pengisian bahan bakar umum, warga AS sadar bahwa pajak inflasi itu nyata dan DC (Washington) tidak bisa lagi mengabaikan tekanan ekonomi yang dirasakan warga AS setiap hari,” kata Manchin.
Indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) AS naik 6,2 persen pada Oktober dibandingkan tahun sebelumnya, yang merupakan kenaikan tahunan terkuat dalam lebih dari 30 tahun terakhir, menurut laporan Departemen Tenaga Kerja AS pada pekan lalu.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Minggu (14/11) mengatakan bahwa mengendalikan pandemi COVID-19 adalah kunci untuk menjinakkan inflasi.
“Pandemi membawa dampak terhadap ekonomi dan inflasi. Dan jika kita ingin menurunkan inflasi, saya pikir terus membuat kemajuan melawan pandemi adalah hal terpenting yang dapat kita lakukan,” kata Yellen di Face the Nation CBS.
“Saya berharap jika kita berhasil mengendalikan pandemi pada paruh kedua tahun depan, saya rasa harga akan kembali normal,” tuturnya. [Xinhua]