WASHINGTON, 29 April (Xinhua) — Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh dengan laju tahunan 6,4 persen pada kuartal pertama (Q1) 2021, menurut Departemen Perdagangan AS pada Kamis (29/4).
“Pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) di kuartal pertama menunjukkan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, pembukaan kembali perusahaan-perusahaan, dan respons pemerintah yang berkelanjutan terkait pandemi COVID-19,” kata Biro Analisis Ekonomi dari departemen tersebut dalam estimasi “awal”.
Peningkatan PDB riil pada Q1 mencerminkan peningkatan pengeluaran konsumsi pribadi, investasi tetap nonresidensial, pengeluaran pemerintah federal, investasi tetap residensial, serta pengeluaran pemerintah negara bagian dan lokal yang sebagian diimbangi oleh penurunan dalam hal ekspor dan investasi persediaan swasta, menurut laporan tersebut. Impor, yang menandai pengurangan dalam penghitungan PDB, mengalami peningkatan.
“Kebijakan moneter longgar (easy monetary policy) dan pengeluaran pemerintah federal untuk meningkatkan upaya vaksinasi dan lonjakan pendapatan yang difasilitasi oleh bantuan darurat dan dua putaran cek stimulus mendorong belanja konsumen naik dengan laju dua digit,” tulis Diane Swonk, kepala ekonom di Grant Thornton, sebuah kantor akuntan besar, dalam sebuah analisis.
Sementara itu, investasi bisnis terus membukukan keuntungan yang “solid” meski “dengan laju yang lebih lambat” seiring perusahaan-perusahaan berlomba untuk mengadopsi teknologi yang ada dan memperbarui peralatan mereka, tambah Swonk.
Hambatan tunggal terbesar bagi pertumbuhan adalah persediaan, yang anjlok akibat lonjakan belanja konsumen, lanjutnya. Dia menambahkan bahwa hal itu saja telah mengurangi 2,7 persen dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan.
“Rintangan terbesar selama kuartal pertama adalah penyebaran wabah secara regional dan lonjakan infeksi yang menyertainya,” kata Swonk. “Kemampuan ekonomi untuk pulih sepenuhnya masih bergantung pada kemampuan kita untuk membendung penyebaran virus saat ini melalui vaksinasi.”
Pertumbuhan kuartalan sebesar 6,4 persen terjadi setelah ekonomi AS mengalami kontraksi 3,5 persen di tengah pandemi COVID-19 pada 2020 lalu.
Menurut estimasi terbaru Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi AS diperkirakan akan tumbuh 6,4 persen tahun ini, 1,3 poin persentase lebih tinggi dari estimasi pada Januari.
Presiden AS Joe Biden pada Rabu (28/4) malam waktu setempat secara resmi memperkenalkan Rencana Keluarga Amerika, proposal anggaran 1,8 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.468) yang berfokus pada layanan kesehatan anak dan pendidikan, hanya beberapa pekan setelah mengusulkan rencana infrastruktur senilai 2 triliun dolar AS. Dia menekankan bahwa dengan kenaikan pajak perusahaan dan kenaikan pajak bagi kelompok terkaya, semua investasi yang diusulkannya akan dibayar sepenuhnya dalam 15 tahun ke depan.
Dua proposal pengeluaran utama, yang muncul setelah paket bantuan COVID-19 senilai 1,9 triliun dolar AS diluncurkan pada Maret lalu, dapat menyebabkan overheating dalam ekonomi, membengkaknya utang federal, dan meningkatnya suku bunga, demikian para ekonom memperingatkan.
Mantan menteri keuangan AS Larry Summers baru-baru ini kembali mengungkapkan kekhawatirannya soal inflasi, memperingatkan bahwa bantuan fiskal besar-besaran dapat mendorong tekanan inflasi, dan risiko saat ini mirip dengan yang terlihat pada era 1970-an.
Chairman Federal Reserve AS atau The Fed Jerome Powell pada Rabu kembali menegaskan bahwa jika inflasi meningkat secara terus-menerus, The Fed akan siap menggunakan instrumen yang dimiliki guna menghadapinya.
Setelah pertemuan dua hari yang membahas kebijakan, The Fed pada Rabu berjanji untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level terendah yang mendekati nol, sambil melanjutkan program pembelian aset setidaknya dengan laju saat ini yaitu 120 miliar dolar per bulan hingga pemulihan ekonomi menunjukkan “kemajuan substansial lebih lanjut.”
Powell mengatakan pemulihan ekonomi AS “tetap belum merata dan jauh dari selesai,” meski telah berkembang lebih cepat dari yang diperkirakan secara umum.
Jason Furman, mantan ketua Dewan Penasihat Ekonomi dan peneliti senior di wadah pemikir Peterson Institute for International Economics, memaparkan “dua skenario buruk” yang membuatnya khawatir.
Skenario pertama adalah ekonomi mengalami overheating jika pasokan tidak sepenuhnya kembali, namun permintaan lebih dari sepenuhnya kembali, cuit Furman di Twitter pada Kamis sore waktu setempat.
Skenario kedua adalah “kita kembali ke output tren tetapi tidak untuk ketenagakerjaan tren karena upah lebih tinggi tetapi orang yang dipekerjakan lebih sedikit dan mereka lebih produktif,” imbuhnya. [Xinhua]