Seorang pekerja menggiling kedelai di sebuah pabrik tahu skala kecil di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, pada 10 Juli 2019. (Xinhua/Zulkarnain)
Dalam tiga bulan terakhir, beberapa bisnis produsen tahu di tanah air mengalami kesulitan akibat melonjaknya harga kedelai.
JAKARTA, 25 Mei (Xinhua) — Selama lebih dari lima tahun, Mad Soleh (35) menghidupi keluarganya dari usaha produksi tahu skala kecil miliknya di Rangkasbitung, Provinsi Banten. Namun, dalam tiga bulan terakhir, usahanya mengalami kesulitan akibat melonjaknya harga kedelai.
Kedelai merupakan bahan utama untuk pembuatan tahu dan tempe, makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari fermentasi kedelai. Ayah dua anak itu mengatakan bahwa pendapatan sehari-harinya dari usaha produksi tahu kini merosot tajam akibat biaya produksi yang terus meningkat.
Selama tiga bulan terakhir, dirinya harus merogoh kocek sekitar Rp620.000 untuk satu karung berisi 50 kilogram kedelai. Harganya naik dua kali lipat dibandingkan sebelumnya, kata Mad Soleh.
“Situasi saat ini membuat bisnis saya sulit bertahan. Saya tidak tahu berapa lama hal ini akan berlangsung,” ujarnya kepada Xinhua.
Produsen tahu lokal lainnya, Dodi Sudrajat (55), juga menghadapi situasi serupa seperti Mad Soleh. Pria itu kini mengurangi output tahunya. “Biaya produksinya masih tinggi. Akan tetapi, mudah-mudahan dengan melakukan ini (mengurangi output), usaha saya bisa bertahan,” katanya.
Seorang pekerja memotong tahu di sebuah pabrik tahu skala kecil di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, pada 10 Juli 2019. (Xinhua/Zulkarnain)
Di Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, beberapa produsen tempe skala kecil di kabupaten tersebut harus menaikkan harga tempe. Akibatnya, omset harian mereka menurun.
Pada akhir Februari, produsen tahu dan tempe di beberapa provinsi di tanah air menghentikan bisnis mereka selama tiga hari sebagai bentuk protes terhadap melonjaknya harga kedelai. Sejumlah laporan mengatakan bahwa harga kedelai melonjak akibat produksi kedelai dari negara-negara Amerika Selatan turun. Produsen tahu dan tempe meminta pemerintah Indonesia untuk segera memberikan subsidi agar biaya produksi mereka bisa kembali normal.
Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah mulai menyalurkan subsidi kedelai sebesar Rp850 miliar kepada produsen tahu dan tempe di seluruh Nusantara mulai April.
Dana tersebut bertujuan untuk menutupi kesenjangan harga kedelai antara importir dan produsen lokal, seperti disampaikan Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum BULOG) Budi Waseso, seraya menambahkan bahwa subsidi itu akan didistribusikan ke daerah-daerah secara bertahap.
Namun, produsen tahu seperti Mad Soleh yakin bahwa subsidi hanyalah solusi sementara. Para produsen masih berisiko menghadapi lonjakan harga kedelai di masa depan. Pemerintah harus tegas dan fokus pada swasembada kedelai, tambahnya. [Xinhua]