LHASA – Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari kitab-kitab keagamaan Buddha, Panchen Lama ke-11 mencapai gelar tertinggi dalam pengajaran eksoterik dari sekte Gelug Buddhisme Tibet, yang setara dengan gelar doktor dalam pendidikan modern.
Panchen Lama ke-11, Bainqen Erdini Qoigyijabu, meraih gelar Kachen setelah menyelesaikan debat selama dua jam pada Selasa (26/10) di Biara Tashilhunpo di Kota Xigaze, Daerah Otonom Tibet, China barat daya.
Peristiwa penting itu disaksikan oleh sekitar 800 orang, termasuk umat Buddha terhormat dari sejumlah biara dan kuil besar di Tibet, serta para biksu dan peziarah.
Buddhisme diperkenalkan ke Tibet pada pertengahan abad ke-7. Dalam sejarah Buddhisme Tibet, berbagai mazhab telah membentuk sistem pembelajaran dan praktik yang berbeda-beda, dan telah melahirkan sejumlah besar umat Buddha yang berpengetahuan luas.
Sekitar pukul 17.30 waktu setempat, Panchen Lama muncul dan disambut oleh para biksu yang membawa dupa ke lantai dua, yang menghadap ke alun-alun yang dipadati banyak orang.
Usai melantunkan sutra, dia berjalan menuju tempat duduknya untuk melakukan debat, yang terakhir baginya untuk meraih gelar tertinggi setelah begitu tekun belajar selama hampir 26 tahun.
Panchen Lama ke-11, yang memiliki nama sekuler Gyaincain Norbu, lahir pada Februari 1990 di wilayah Lhari, Kota Nagqu, Tibet utara.
Dia disetujui oleh pemerintah pusat sebagai reinkarnasi dari Panchen Lama ke-10 dan dinobatkan pada 1995.
Mengikuti sistem pembelajaran sutra tradisional Buddhisme Tibet, Panchen Lama mulai mempelajari Lima Risalah Utama pada 1996 dan lulus dua ujian terkait pada 2002 dan 2020.
Debat pada Selasa itu dilakukan dalam dua putaran, masing-masing berlangsung sekitar satu jam. Panchen Lama harus berdebat untuk menyetujui atau menentang topik tertentu dengan tiga guru terpelajar dan terhormat.
Selama debat tersebut, Panchen Lama tampak selalu tenang dan berbicara dengan lancar, menunjukkan pemikiran logis dan kemahirannya dalam ajaran Buddhisme klasik.
“Prosedur hari ini sama seperti ujian saya untuk mencapai gelar Kachen bertahun-tahun yang lalu, dan mengikuti aturan serta ritual tradisional dengan ketat,” kata Duoduo, pemegang gelar Kachen di Biara Tashilhunpo yang juga asisten guru sutra Panchen Lama.
“Kesempatan ini sungguh istimewa dan berlangsung sangat sukses,” katanya.
Setelah berdebat selama dua jam, Panchen Lama diberi sebuah “manzha”, semacam persembahan penghormatan Buddhis, dan “hadas”, atau selendang sutra yang digunakan oleh orang Tibet untuk mengungkapkan rasa hormat dan salam, menunjukkan bahwa dia telah lulus ujian dan mencapai gelar tertinggi.
“Buddha yang hidup (Panchen Lama) itu cerdas dan welas asih,” kata Salung Phunla (78), seorang guru dan direktur pertama komite manajemen biara itu.
“Saya berharap dia akan terus belajar dan mempraktikkan ajaran klasik Buddhisme, mewarisi dan meneruskan tradisi mulia patriotisme serta kecintaan akan Buddhisme Panchen Lama, serta memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perdamaian dunia dan kesejahteraan semua orang,” imbuh Salung Phunla.
Selama beberapa tahun terakhir, Panchen Lama ke-11 telah memberikan berkat dengan sentuhan di kepala kepada lebih dari satu juta umat percaya, serta giat berpartisipasi dalam kegiatan kesejahteraan masyarakat.
Panchen Lama ke-11 merupakan anggota Komite Tetap di Komite Nasional Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (Chinese People’s Political Consultative Conference/CPPCC), badan penasihat politik tertinggi negara itu.
Dia juga menjabat sebagai wakil presiden Asosiasi Buddhis China sekaligus presiden cabang asosiasi tersebut di Tibet. [Xinhua]