PBB – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Senin (20/9) mendesak negara-negara kaya mewujudkan janji mereka mengalokasikan dana 100 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.251) per tahun untuk aksi iklim di negara-negara berkembang.
Usai penutupan Informal Leaders Roundtable on Climate Action, sang sekjen mengatakan kepada para wartawan di markas besar PBB di New York bahwa masyarakat internasional harus memenuhi janjinya di tiga sektor, termasuk negara-negara kaya memberikan dana “100 miliar dolar AS yang dijanjikan per tahun untuk aksi iklim di negara-negara berkembang” menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB COP26, yang akan berlangsung dari 31 Oktober hingga 12 November mendatang di Glasgow, Inggris.
“Hari ini, saya meminta para pemimpin melakukan apa yang diperlukan untuk memastikan COP26 sukses dan menandai titik balik yang sebenarnya,” ujar sekjen PBB.
“Negara-negara maju harus mengimplementasikan janji mereka memobilisasi dana 100 miliar dolar AS per tahun untuk aksi iklim di negara-negara berkembang dari 2021 hingga 2025,” terang Guterres lebih lanjut.
“Kita gagal pada 2019 dan 2020. Perhitungan OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) mengatakan kita kekurangan sekitar 20 miliar dolar AS,” tambahnya.
“Kegagalan untuk memenuhi janji ini akan menjadi sumber utama terkikisnya kepercayaan antara negara-negara maju dan berkembang. Negara-negara maju perlu menjembatani kesenjangan ini,” kata sekjen PBB tersebut.
Mengenai situasi perubahan iklim saat ini, Guterres mengatakan bahwa “untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat, kita membutuhkan pengurangan emisi sebesar 45 persen per 2030 sehingga kita dapat mencapai netralitas karbon pada pertengahan abad ini.”
“Namun sebaliknya, komitmen yang dibuat hingga kini oleh negara-negara tersebut menyiratkan peningkatan 16 persen dalam emisi gas rumah kaca, bukan penurunan 45 persen, peningkatan 16 persen dalam emisi gas rumah kaca pada 2030 dibandingkan dengan level pada 2010,” ujar Guterres memperingatkan.
Lebih lanjut sang sekjen mengatakan, “Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim menyebutkan bahwa target 1,5 derajat masih dalam jangkauan. Tetapi kita membutuhkan peningkatan dramatis dalam Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional dari sebagian besar negara.”
Perihal energi, Guterres menuturkan bahwa “pemerintah harus mengalihkan subsidi dari bahan bakar fosil dan secara bertahap menghentikan penggunaan batu bara.”
“Jika semua pembangkit listrik bertenaga batu bara yang direncanakan betul-betul beroperasi, kita tidak hanya akan jelas di atas 1,5 derajat, tetapi akan jauh di atas 2 derajat. Target Paris akan gagal,” lanjutnya.
Guterres dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Senin menggelar pertemuan tertutup Informal Climate Leaders Roundtable on Climate Action dengan sekelompok kecil kepala negara dan pemerintahan, di sela-sela sidang Majelis Umum.
Pertemuan meja bundar itu digelar menyusul laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim, mengindikasikan “kode merah untuk kemanusiaan,” dan diadakan kurang dari enam pekan sebelum Konferensi Perubahan Iklim COP26 di Glasgow.
Pertemuan meja bundar tersebut membahas kesenjangan yang masih ada atas aksi-aksi yang sangat dibutuhkan dari pemerintah negara-negara, terutama G20, mengenai mitigasi, keuangan, dan adaptasi. [Xinhua]