Foto yang diabadikan pada 22 Juni 2022 ini memperlihatkan Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat. (Xinhua/Liu Jie)
WASHINGTON, 1 Agustus (Xinhua) — Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Senin (1/8) malam waktu setempat mengumumkan bahwa pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahiri tewas dalam serangan dronedi Kabul, Afghanistan, pada akhir pekan lalu.
“Saya mengizinkan serangan presisi yang dapat menyingkirkan dia (al-Zawahiri)dari medan perang,” kata Biden dalam sebuah pidato yang disiarkan langsung dari Blue Room Balcony di Gedung Putih. “Tidak ada warga sipil yang menjadi korban.”
Al-Zawahiri (71) menjadi pemimpin al-Qaeda pada 2011 setelah pemimpin sebelumnya, Osama bin Laden, ditembak dan tewas di tangan pasukan AS di Abbottabad, Pakistan, dalam sebuah penyerbuan.
Biden menyampaikan pengumuman tersebut hampir setahun setelah militer AS menyelesaikan proses penarikan pasukannya dari Afghanistan yang diinvasinya sebagai respons terhadap serangan teroris 11 September yang dilakukan oleh para anggota al-Qaeda terhadap sejumlah target di wilayah AS pada 2001, yang menewaskan hampir 3.000 orang.
“Dia memiliki keterlibatan tinggi dalam perencanaan serangan 11 September,” kata Biden tentang al-Zawahiri. “Dia mengoordinasikan cabang-cabang al-Qaeda dan di seluruh dunia, termasuk menetapkan prioritas untuk memberikan panduan operasional yang menyerukan dan menginspirasi serangan terhadap sejumlah target AS.”
Seorang pejabat senior pemerintahan memberi tahu awak media bahwa serangan dronetersebut dilancarkan di Kabul pada Minggu (31/7) pagi waktu setempat dengan rudal Hellfireyang menyasar dan menewaskan al-Zawahiri, yang sedang berdiri di balkon sebuah rumah persembunyian.
Persiapan untuk operasi itu disebut membutuhkan waktu berbulan-bulan. Biden memberikan otorisasi finalnya pada 25 Juli saat menjalani isolasi mandiri di Gedung Putih karena infeksi COVID-19, menurut pejabat itu.
Lebih dari 929.000 orang tewas dalam perang pascaserangan 11 September akibat kekerasan perang langsung, sementara dampak tidak langsung perang menelan korban dengan jumlah berkali-kali lipat lebih banyak, menurut data dari Costs of War Project di Universitas Brown.
Harga yang harus dibayar pemerintah federal AS untuk perang pascaserangan 11 September melampaui 8 triliun dolar AS (1 dolar = Rp14.874), yang juga disertai dengan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan sipil di AS dan di luar negeri, menurut temuan proyek tersebut. [Xinhua]