BRUSSEL – Risiko keamanan di Laut China Selatan utamanya datang dari luar kawasan, demikian disampaikan juru bicara (jubir) Misi China untuk Uni Eropa (UE) pada Sabtu (24/4), seraya mendesak Uni Eropa (UE) untuk berhenti menebar perselisihan.
“Laut China Selatan seharusnya tidak menjadi alat bagi negara-negara tertentu untuk mengalangi dan menekan China, terlebih menjadikannya arena pergulatan untuk persaingan kekuatan besar,” ujar jubir tersebut.
Komentar tersebut diutarakan sebagai respons atas pernyataan yang dikeluarkan oleh Layanan Tindakan Eksternal Eropa (European External Action Service/EEAS) pada Sabtu pagi. Layanan diplomatik UE tersebut mengklaim bahwa ketegangan di kawasan itu, “termasuk kehadiran kapal-kapal berukuran besar China baru-baru ini di Whitsun Reef”, membahayakan perdamaian dan stabilitas.
Pernyataan EEAS juga mengungkit kembali “arbitrase Laut China Selatan” pada 2016.
Jubir Misi China tersebut mengatakan bahwa Niu’E Jiao Reef (Whitsun Reef) adalah bagian dari Kepulauan Nansha, China, dan terumbu serta perairan di sekitarnya merupakan area operasi dan tempat berlindung penting bagi kapal-kapal penangkap ikan China.
“Kapal penangkap ikan China baru-baru ini beroperasi di daerah itu dan berlindung dari angin, yang masuk akal dan sah,” kata juru bicara itu. “Bagaimana hal itu bisa membahayakan perdamaian dan stabilitas regional?”
“Kami telah berulang kali mengatakan dalam berbagai kesempatan bahwa kedaulatan dan hak serta kepentingan China di Laut China Selatan terbentuk lewat perjalanan panjang sejarah dan sejalan dengan hukum internasional,” kata sang jubir.
Jubir tersebut mencatat bahwa apa yang disebut Pengadilan Arbitrase atas Laut China Selatan dibentuk atas dasar tindakan ilegal dan klaim Filipina. “Hal itu tidak memiliki legitimasi dan keputusan yang dikeluarkannya pun batal dan tidak sah. China tidak menerima atau mengakui keputusan tersebut, dan dengan tegas menolak klaim atau tindakan apa pun berdasarkan keputusan tersebut.”
Mengomentari perihal Strategi UE untuk Kerja Sama di Indo-Pasifik, yang diusulkan oleh UE pada Senin (19/4), jubir tersebut menerangkan bahwa situasi di Laut China Selatan saat ini secara keseluruhan stabil.
China terus menjaga komunikasi yang erat mengenai isu-isu yang relevan dengan negara-negara di kawasan, termasuk Filipina, kata juru bicara itu, seraya menambahkan bahwa negara-negara di kawasan dan sekitarnya dalam beberapa tahun terakhir telah melihat dengan jelas bahwa “faktor destabilisasi dan risiko keamanan di Laut China Selatan utamanya datang dari luar kawasan.”
Jubir tersebut mendesak UE “untuk menghormati upaya negara-negara di kawasan dalam mengatasi perbedaan dengan benar dan menjaga stabilitas di Laut China Selatan, dan berhenti menebar perselisihan.” [Xinhua]