WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sedang berupaya untuk mengadakan panggilan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, kata para pejabat AS pada Senin (20/9), sebuah upaya untuk meredam ketegangan yang disebabkan oleh kesepakatan kapal selam kontroversial.
Keretakan diplomatik muncul antara Washington dan Paris usai pengumuman bahwa AS dan Inggris akan mendukung Australia mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir, yang membuat Prancis kehilangan kontrak penyediaan kapal selam konvensional ke Australia.
Geram dengan langkah tiba-tiba tanpa pemberitahuan tersebut, Prancis memanggil duta besarnya untuk AS dan Australia guna melakukan konsultasi pada Jumat (17/9).
“Presiden Biden mengajukan permintaan untuk dapat berbicara dengan Presiden Macron guna berdialog tentang jalan ke depan, berdialog tentang komitmen mendalamnya terhadap aliansi AS dengan Prancis,” kata seorang pejabat senior pemerintahan Biden kepada wartawan dalam konferensi pers via sambungan telepon pada Senin.
“Kami memahami posisi Prancis, kami tidak sependapat dengan mereka tentang bagaimana semua ini berkembang,” kata pejabat itu. “Kami pikir itu akan menjadi momen dan kesempatan penting bagi kedua pemimpin untuk berbicara langsung satu sama lain.”
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada wartawan dalam konferensi pers pada Senin bahwa pembicaraan via telepon itu akan dilakukan “dalam beberapa hari mendatang,” seraya menyatakan bahwa para pejabat masih bekerja untuk menjadwalkannya.
Di bawah kemitraan keamanan baru yang diresmikan pada Rabu (15/9) antara Australia, Inggris, dan AS, yang dikenal sebagai AUKUS, Australia akan membangun kapal selam bertenaga nuklir dengan teknologi AS dan Inggris.
Pada Kamis (16/9), Australia mengumumkan akan membatalkan kesepakatan dengan Prancis yang ditandatangani pada 2016 untuk membeli 12 kapal selam diesel-elektrik konvensional.
Menteri Urusan Eropa dan Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian pada Kamis menyebut langkah trilateral itu sebagai “tusukan di belakang.” “Kami telah menjalin hubungan saling percaya dengan Australia. Kepercayaan ini telah dikhianati,” katanya.
“Sikap AS membuat saya khawatir. Keputusan unilateral dan brutal ini sangat mirip dengan apa yang dulu dilakukan (Donald) Trump,” imbuhnya. [Xinhua]