BEIJING, Seorang juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China pada Kamis (4/8) mengkritik pernyataan tentang Taiwan yang disampaikan oleh seorang pejabat dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang tidak disebutkan namanya. Jubir itu mengatakan pernyataan itu adalah cerminan dari arogansi dan hegemonisme khas AS.
Menurut laporan media, pejabat AS tersebut mengatakan bahwa China memanfaatkan kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Nancy Pelosi ke Taiwan untuk mengubah status quo di Selat Taiwan.
Pejabat AS itu berbohong dan bersikap munafik, kata Jubir Hua Chunying.
Dia mengajukan empat pertanyaan kepada pihak AS.
Pertanyaan pertama adalah status quo apa yang dimaksud dalam masalah Taiwan? Hua mengatakan sangat jelas bahwa kedua sisi Selat Taiwan merupakan bagian dari China, dan Taiwan adalah bagian dari teritori China.
Meskipun kedua sisi selat telah lama bertentangan dari segi politik, kedaulatan dan integritas teritorial China tidak pernah terpecah-belah. Ini adalah status quo yang sebenarnya dalam masalah Taiwan, imbuhnya.
Pertanyaan kedua adalah siapa yang menciptakan krisis di Selat Taiwan. Hua mengatakan AS bersekongkol dengan kekuatan separatis “kemerdekaan Taiwan” untuk melakukan provokasi, dan itulah alasan mendasar terjadinya ketegangan di Selat Taiwan.
Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas Partai Progresif Demokratik (Democratic Progressive Party/DPP) meninggalkan Konsensus 1992 yang mewakili prinsip Satu China dan meminta dukungan AS dalam mengupayakan “kemerdekaan Taiwan”. Sementara itu, pihak AS, dalam upayanya untuk mewujudkan tujuan strategisnya untuk menghambat pembangunan China, terus memutarbalikkan, menghalangi, dan menggembosi prinsip Satu China, meningkatkan level pertukarannya dengan Taiwan, dan mengintensifkan penjualan senjata ke Taiwan.
Hua mengatakan kunjungan Pelosi ke Taiwan merupakan pelanggaran serius terhadap komitmen yang dibuat oleh pemerintah AS kepada China mengenai masalah Taiwan, melanggar norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, serta merusak kedaulatan dan integritas teritorial China.
“Siapa yang bertanggung jawab atas ketegangan di Selat Taiwan?” tanya Hua. Dia mengatakan China telah berulang kali mengemukakan betapa buruknya dampak dari kunjungan Pelosi ke Taiwan dan menjelaskan bahwa AS harus bertanggung jawab penuh atas segala konsekuensi yang muncul setelahnya.
Hua mengatakan pihak AS yang justru melakukan provokasi sejak permulaan, sedangkan China terpaksa bertindak demi membela diri. Pemerintah China berhak melakukan segala sesuatu yang diperlukan guna mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya dengan tegas.
Pertanyaan keempat adalah siapa yang mengubah status quo terkait masalah Taiwan. Hua mengatakan kekeliruan yang dilakukan pihak AS 25 tahun yang lalu tidak dapat dijadikan dasar untuk membenarkan kunjungan Pelosi, apalagi dijadikan dalih bagi AS untuk mengulangi kesalahannya terkait masalah Taiwan.
China tidak akan membiarkan AS untuk terus menggerogoti, menghalangi, dan menggembosi prinsip Satu China secara perlahan, dan tidak akan pernah membiarkan pihak AS secara perlahan mengubah status quo di Selat Taiwan dengan alasan atau dalih apa pun.
Ketegangan di Selat Taiwan saat ini, sebagai akibat dari kunjungan Pelosi ke Taiwan, merupakan hasil perbuatan AS, kata juru bicara itu. Dia juga menambahkan bahwa jika pihak AS benar-benar ingin menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, poin yang terpenting adalah mematuhi dengan ketat prinsip Satu China dan ketiga komunike bersama China-AS, baik dalam perkataan maupun perbuatan. [Xinhua]