“RCEP menandai kemenangan multilateralisme dan perdagangan bebas,” kata kepala juru bicara pemerintah Kamboja Phay Siphan.
“Ini akan menjadi pemacu pertumbuhan regional dan global di era pascapandemi COVID-19.”
PHNOM PENH, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), yang mulai berlaku pada 1 Januari, memberikan kerja sama yang saling menguntungkan dan hasil win-win bagi semua negara yang berpartisipasi, seperti diungkapkan kepala juru bicara pemerintah Kamboja Phay Siphan.
Dalam wawancara dengan Xinhua, Siphan mengatakan RCEP sangat penting untuk globalisasi ekonomi dan integrasi ekonomi regional, yang tidak hanya akan menggenjot perdagangan dan investasi di kawasan tersebut tetapi juga membantu mengembangkan rantai nilai regional serta menghasilkan lebih banyak peluang bagi masyarakat dan perusahaan.
Sebagai perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia, RCEP, yang ditandatangani oleh 15 negara Asia-Pasifik pada 2020 lalu, telah mencakup kawasan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) gabungan sebesar 26,2 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.348), atau sekitar 30 persen dari PDB global, dan pasar gabungan dengan total 2,2 miliar orang.
“Bagi Kamboja, ini akan membantu mendukung pertumbuhan ekonomi kami dengan merangsang investasi baru serta menyediakan akses pasar yang lebih besar untuk produk-produk Kamboja,” ujar juru bicara itu.
“Karena RCEP menawarkan perlakuan tarif preferensial dan Kamboja memiliki undang-undang investasi yang menguntungkan serta sumber daya tenaga kerja yang terjangkau, semakin banyak investor asing yang akan menempatkan basis lini produksi mereka di Kamboja dan mengekspor produk jadi ke negara-negara anggota RCEP tersebut,” kata Siphan kepada Xinhua, menambahkan bahwa para investor dapat membawa serta modal baru dan teknologi maju.
“Semua itu akan memfasilitasi perdagangan dan mendiversifikasi ekspor produk Kamboja, terutama produk pertanian, ke 15 negara (anggota) RCEP termasuk China, yang merupakan pasar besar bagi kami,” ujarnya.
Menurut perkiraan pemerintah Kamboja, perjanjian RCEP akan meningkatkan PDB Kamboja sebesar 2 persen, ekspor sebesar 7,3 persen, dan investasi sebesar 23,4 persen.
Siphan yakin bahwa RCEP akan membantu Kamboja keluar dari status negara kurang berkembang dan menuju target ambisius, yakni menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas pada 2030 dan negara berpenghasilan tinggi pada 2050.
Sebuah studi dari Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menunjukkan bahwa pada 2030, RCEP akan meningkatkan pendapatan perekonomian anggota sebesar 0,6 persen, menambahkan 245 miliar dolar AS per tahun untuk pendapatan regional dan 2,8 juta pekerjaan untuk lapangan kerja regional.
“RCEP menandai kemenangan multilateralisme dan perdagangan bebas,” tambah Siphan. “Ini akan menjadi pemacu pertumbuhan regional dan global di era pascapandemi COVID-19.”
Lebih lanjut, Siphan menyuarakan keyakinannya bahwa perjanjian tersebut juga akan memainkan peran penting dalam mempersempit kesenjangan pembangunan antara negara maju dan berkembang. Selesai