URUMQI, Warga di Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut, menepis rumor tentang “kerja paksa”.
Dalam sebuah konferensi pers pada Minggu (14/11), mereka mengatakan bahwa pemerintah daerah menggunakan segala cara yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja bagi mereka sembari mendorong mereka untuk memulai bisnis sendiri.
Pazliyan Maoraturdi, pembawa acara livestreamingdi wilayah Wensu di Xinjiang, tidak hanya meraup pendapatan yang stabil, tetapi juga membantu lebih banyak petani lokal memperluas pasar untuk madu dan produk-produk pertanian lainnya setelah lulus kuliah.
Dia menampilkan tarian rakyat Xinjiang dalam pertunjukan livestreaming-nya.
“Ada potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dalam mempromosikan produk pertanian melalui livestreaming,” ujarnya. “Saya menghasilkan uang melalui usaha saya sendiri dan membawa manfaat bagi lebih banyak petani.”
Dengan dukungan dari pemerintah setempat, Nurrela Wusman mendirikan perusahaan layanan rumah tangga di Kota Atux pada 2020. Perusahaan tersebut kini memiliki lebih dari 80 karyawan dan menyediakan lebih dari 20 layanan termasuk pembersihan dan pengasuhan anak.
“Kami menciptakan kehidupan yang lebih baik dengan tangan kami sendiri, dan rumor tentang ‘kerja paksa’ sama sekali tidak berdasar,” tuturnya.
Xinjiang menganggap perusahaan rintisan (start-up) sebagai saluran penting untuk meningkatkan lapangan kerja, memperkenalkan serangkaian kebijakan yang mendukung seperti subsidi pelatihan dan pengurangan pajak, kata Zhang Rong, direktur pusat layanan ketenagakerjaan publik di wilayah itu.
Zhang menambahkan bahwa Xinjiang menggelontorkan dana pinjaman senilai total 5,47 miliar yuan (1 yuan = Rp2.232) untuk start-updari 2016 hingga 2020, membantu 387.200 orang memulai bisnis mereka sendiri dan menciptakan 806.500 pekerjaan baru. [Xinhua]