NEW YORK, WB – Sumatran Last Tiger yang merupakan Film dokumenter, berhasil meraih mendali perak dalam Festival Film New York 2016.
Film tersebut menceritakan upaya konservasi harimau Sumatera di kawasan konservasi Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) Pesisir Barat, Lampung tersebut, berhasil menyisihkan ratusan film lainnya. Prestasinya hanya bisa dipatahkan film “Vanishing King: Lion of Namib” yang menceritakan tentang terancam punahnya satwa liar Singa di Namibia, Afrika.
Sumatran Last Tiger menjadi gambaran harimau Sumatera yang pernah berkonflik dengan manusia dan kemudian dilepasliarkan kembali ke area konservasi alam seluas kurang lebih 50 ribu hektar di TNBBS. Lewat film tersebut setidaknya, menjadi ikut merekam bahwa di seluruh Sumatera, harimau yang tersisa tinggal sekitar 500 ekor. Semua diekspos dengan panorama alam liar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang menawan.
Dalam film dikisahkan bagaimana dua harimau Sumatera bernama Panti dan Petir, yang pernah berkonflik dengan manusia itu direhabilitasi dan kemudian dilepasliarkan kembali ke alam bebas. Pusat rehabilitasi harimau itu berlangsung di TWNC yang dikelola Yayasan Artha Graha Peduli. Panti dan Petir merupakan bagian dari sembilan harimau sumatera yang direhabilitasi di area Tiger Rescue Center TWNC yang dilepasliarkan satu persatu.
Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) optimistis popularitas pariwisata Indonesia akan semakin moncer di level dunia. Sama halnya ketika bintang film Julia Robert shooting di Bali untuk film Eat, Pray, Love yang berdampak pada brand pulau dewata itu. Persis dengan Lady Diana dan Mick Jagger di Pulau Moyo, Sumbawa, NTB. Atau David Beckham dan Richard Gere di Borobudur, Jawa Tengah.
“Film bertema alam dan satwa liar di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ini mengalahkan ratusan film dokumenter lainnya. Saya yakin setelah ini akan makin banyak wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,” jelas Ketua Umum ASITA, Asnawi Bahar, beberapa waktu lalu.[]