JAKARTA, WB – Berawal dari cerita pendek (cerpen) yang sukses meraih perhatian pembaca. Tak lama lagi atau awal tahun depan “Ketika Mas Gagah Pergi” (KMGP) akan difilmkan. Memang butuh waktu lama film tersebut akan ditayangkan. Sang penulis Helvy Tiana Rosa mengakui perjalanan KMGP lama karena mempertahankan idealisme.
“Kalau cuma mau buat film biasa saja mah sudah tayang sepuluh atau lima tahun lalu,” ungkapnya saat dihubungi Wartabuana.com, Jakarta, Kamis (4/6/2015).
Kemungkinan, sambung dia, film KMGP akan diproduksi pada September atau Oktober. “Mungkin awal tahun depan (tayang),” jelas istri dari Widanardi Satryatomo itu.
Disinggung mengapa film ini lama ditayangkan, Helvy mengakui sebelumnya tiga rumah produksi mengincar untuk memfilmkan kisah ini. Tapi upaya-upaya tersebut kandas, diantaranya karena terjadi beberapa ketidaksepakatan antara penulis KMGP dan produser tersebut menyangkut hal-hal yang prinsipil.
“Tak lama kemudian membentuk komunitas “Sahabat Mas Gagah” dan menggulirkan upaya gotong royong menghimpun dukungan dalam bentuk gerakan “Patungan Bikin Film” (crowd-funding) guna mewujudkan KMGP menjadi film, sesuai ruh aslinya,” ujar dia menambahkan.
Bahkan, kata dia para remaja yang membaca buku ini sekarang maupun sejak 23 tahun lalu, menyambut baik upaya gotong royong ini. “Umumnya mereka kini sudah menjadi bagian dari keluarga menengah Muslim yang jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun seiring perkembangan ekonomi Indonesia,” kata ibu dari Abdurahman Faiz dan Nadya Paramitha ini.
Menurut dosen yang mengajar di jurusan bahasa dan sastra Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, KMGP sejak diterbitkan kali pertama tahun 1993 dalam bentuk cerpen di Majalah Annida. Sementara, cerita KMGP sendiri ditulis Helvy tahun 1992, dan terbit sebagai buku baru tahun 1997.
“Hingga kini, buku tersebut sudah dicetak ulang 28 kali dan permintaan masih terus mengalir, baik melalui berbagai toko buku maupun penjualan langsung,” ungkap dia.
Helvy memperkirakan KMGP sudah dibaca jutaan orang, dan banyak sekali yang menginginkan kisah ini bisa menjadi film sesuai ruh aslinya. Sekaligus dia bertekad untuk turut menjaga nilai-nilai Islam dalam film ini nantinya. “Yang paling penting “ruh”, spirit ceritanya itu tdk diubah!” tutur Helvy.
Sementara untuk latar cerita, berbeda dengan di buku, selain Jakarta, Maluku Utara akan menjadi salah satu latar. “Kami ingin mengangkat potensi alam dan keindahan wilayah tersebut. Insya Allah kita akan kerjasama dengan pemda setempat,” tutur Helvy. “Maluku Utara merupakan provinsi yang sangat indah juga relijius. Mas Gagah banyak mendapat inspirasi juga dari sana,” tambahnya.
Terkait rekening untuk “patungan bikin film”, kata Helvy sudah dibuka dan akan terus dibuka hingga film ini diproduksi. Helvy juga mengajak siapa pun untuk memberikan dana guna wujudkan film ini bersama-sama hadir di tengah masyarakat. Selain itu, lanjut dia setiap patungan Rp. 50 ribu otomatis akan memperoleh satu pohon yang ditanam atas namanya, yang akan dikelola seorang petani selama lima tahun ke depan.
“Dengan demikian tiap orang yang ikut “patungan bikin film” bukan hanya akan menonton film, tapi juga telah menyumbang oksigen bagi Indonesia dan dunia, serta menambah penghasilan petani. Bia uang produksi film Rp. 5 milyar terkumpul, itu akan setara dengan 100 ribu pohon,” jelas dia.
Tak sampai di situ, lanjut dia sebagian keuntungan film kelak juga akan disumbangkan pada gerakan literasi bagi anak negeri (terutama di Indonesia Timur) serta sebagian lagi untuk anak-anak Palestina.
“Jadi, cukup dengan Rp.50 ribu, kita bersama akan mampu mewujudkan KMGP menjadi film, menanam pohon, menyumbangkan oksigen bagi bumi, membantu petani, menggiatkan aksi literasi di negeri ini, dan membantu anak-anak Palestina. Beberapa lembaga yang mendukung film ini antara lain Forum Lingkar Pena, Aksi Cepat Tanggap, Yayasan Salman ITB, dan sebagainya,” pungkas dia. []