Wartabuana.com – Heboh Ivermectin membuat banyak pihak terlibat, Menko Marves dalam beberapa wawancara menyebut it’s work.
Literasi dunia juga banyak pro kontra bahkan ada 33 negara yang menggunakan ivermactin sebagai teraphy covid 19.
Ada 8 rumah sakit atas undangan Balitbangkes Kementrian Kesehatan untuk melakukan uji klinis.
Sementara Pemerhati kesehatan, Iskandar Sitorus menyatakan dukungan terhadap penggunaan obat Ivermectin yang notabene obat parasit sebagai obat Covid-19 baik dari PT Harsen Laboratories dan Indofarma.
Hal ini disampaikan kepada wartawan di Bogor Senin (12/7/2021). Dalam sikap resminya kepada wartawan, Iskandar mendorong pemerintah untuk membuka semua akses tanpa harus di monopoli.
Pendiri LBH Kesehatan ini menekankan, pemerintah harus mengutamakan pendekatan saintifik, dibanding pendekatan kekuasaan dalam menangani wabah Covid-19.
“Sikap kami jelas, mendorong pemerintah untuk tetap bersikap ilmiah dan mengutamakan pendekatan saintifik dalam polemik obat Ivermectin. Bukan pendekatan kekuasaan. Karena ini persoalan public health, jika terjadi apa-apa rakyat yang menanggung resikonya. Buka semua akses, biar terjadi persaingan harga di pasar,”kata Iskandar Senin (12/7/2021).
Iskandar menegaskan, tak boleh saling jegal dan menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan jalan pintas, mengabaikan prosedur ilmiah dan ketentuan perundang-undangan.
“Ivermectin bisa jadi obat Covid-19. Bukti ilmiah meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat Covid-19 sudah melewati uji klinik dan laboratorium. Kenapa sekarang menimbulkan masalah,” tegasnya.
Iskandar meminta, agar para Menteri untuk tidak menggunakan logika dagang dan tidak ada konflik kepentingan bisnis pribadinya, dalam mengeluarkan kebijakan penanganan Covid-19.
“Jangan sampai kekuasaan negara dan kebingungan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan dan memperluas gurita bisnis pribadinya. Hal ini bertentangan dengan filosofi negara dan konstitusi dasar kita,”paparnya.
Dirinya juga heran dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dimana pemerintah dan BPOM terkesan tidak merestui keberadaan Ivermectin yang di produksi dalam negeri.
“Pemerintah kenapa nggak dorong obat produk dalam negeri. Kenapa ivermectin dibuat berputar-putar. Riset terawan dihalangin, padahal nggak pakai uang negara disini. Alasannya karena Ivermectin belum melalui uji klinik. Pertanyaannya, apakah vaksin Sinovac masuk ke Indonesia, sudah di uji klinik sebelum disuntik ke masyarakat. Dikawal seperti barang sakral. Ini standar ganda,” urai Iskandar.
“Dugaan saya, kenapa Ivermectin terkesan dihambat, karena berdasarkan riset, ada satu bahan baku dari 5 jenis bahan baku Ivermectin bisa mengikat protein, Covid 19 memiliki non structural protein 1-14. Maka jika ini yang terjadi, vaksin tidak akan laku lagi. Hal lain, mengapa vaksinasi gotong royong pasca perusahaan, lalu lahir kebijakan vaksinasi gotong royong pribadi dengan sarat harus melalui Kimia Farma?. Terlihat sekali monopolinya,”ujarnya lagi.
Bagi Iskandar, pemerintah sekarang menggunakan analogi terbalik. Dimana, menggunakan UU bencana dalam penanganan wabah Covid 19.
Ditekankan lagi, pemerintah seharusnya menerapkan aturan protokol kesehatan darurat dan bukan PPKM darurat.
“Terapkan protokol kesehatan darurat.
Aktifitas masyarakat tetap berjalan dengan jaga jarak, cuci tangan dan pakai masker. Jika melanggar, langsung denda. Bukan penyekatan melalui PPKM. Dana negara untuk Covid sudah Rp193.83Triliun. Pertanyaannya, apakah angka penularan turun?. Kan tidak. Malah terus naik,” ujarnya.
Atas berbagai kajian dan fakta ini, Iskandar mendorong vaksin nusantara dilegalkan dan obat Ivermectin untuk digunakan bagi semua masyarakat.
“BPOM bilang ada efek samping Ivermectin. Padahal sudah operasi puluhan tahun di eropa dan miliaran manusia sudah mengkonsumsi. Justru yang saya dan masyarakat aneh itu, obat yang belum uji laboratorium diloloskan BPOM. Ivermectin produk PT Harsen sudah lolos tapi dilarang.
Jangan salah ya, 13 negara di dunia, sudah akui ivermectin. Dan bagus. Tapi karena persaingan bisnis, selalu dicegah padahal sudah melewati uji klinis. Kenapa Indonesia tidak mau perjuangkan ya,” tanya Iskandar.
Berdasarkan aspirasi masyarakat atas aturan yang tidak konsisten dari pemerintah ini, Iskandar Sitorus, pengamat Kesehatan berpendapat, pola pemerintah dalam penangan Covid19 ini bisa membuat gila masyarakat yang ujungnya terjadi pembangkangan terhadap pemerintah. (yopi)