WARTABUANA – Dualisme kepengurusan ormas Sulit Air Sepakat (SAS) akhirnya teratasi setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan gugatan Samsuddin Muchtar dengan nomor perkara 31. DPP SAS masih membuka pintu maaf bagi para pengurus cabang dan anggota yang telah membentuk kepengurusan ilegal.
Keputusan PTUN pada Kamis, tanggal 18 Agustus 2022 diharapkan bisa meredam kisruh di tubuh organisasi SAS yang merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakat perantauan Sulit Air, Kabupaten Solok, Sumatra Barat.
“Setelah kami memenangkan gugatan ini, kami pun menghimbau kepada cabang cabang yang berseberangan dengan kami untuk kembali. Ibarat kata kembali kepangkuan Ibu Pertiwi,” kata Samsuddin Muchtar kepada sejumlah awak media di Kantor Pengacara Afdhal Muhammad, di Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022).
Samsuddin adalah Ketua Umum SAS periode 2017 – 2021. Sesuai AD/ART, seharusnya di tahun 2021 diadakan Musyawarah Besar (Mubes) yang salah satu agenda pemilihan ketua umum. Namun karena pandemi Covid-19 yang melarang adanya kegiatan yang melibatkan banyak orang, pengurus menunda Mubes hingga tahun 2022.
Penundaan itu membuat masa kepemimpinan Samsuddin diperpanjang hingga tahun 2022. Perpanjangan masa jabatan itu diperkuat dengan legalitas berupa SK dari Kemenkum HAM. Kemudian pada bulan Mei tahun 2022, DPP SAS menggelar Mubes dan kembali memilih Samsuddin sebagai Ketua Umum periode 2022-2026.
Namun di bulan Mei 2021, ada sebagian cabang tetap menjalankan Mubes dengan alasan menjalankan amanat AD/ART. “Kami tidak menggelar Mubes di tahun 2021 karena situasi dan kondisi saat itu masih pandemi Covid-19. Dan kam sudah mendapat SK dari Kemenkum HAM,” ungkap Afdhal SH, pengurus DPP SAS yang juga salah satu tim kuasa hukum Samsuddin.
Dari Mubes tersebut mereka yang berseberangan kemudian membuat Akta Notaris untuk diajukan permohonan pengesahan di Kemenkum HAM, sehingga pada 22 Januari 2022, keluar SK Menkum HAM.
“Kami mempertanyakan kepada Menkum HAM, mengapa DPP SAS yang sudah ada SK-nya kemudian muncul SK baru untuk kepengursan DPP SAS yang berbeda. Sehingga terjadi dualisme kepengurusan,” tegas Afdhal.
Menurut Afdhal, karena mediasi tidak tercapai kata sepakat, di bulan Februari 2022 pihaknya mengajukan gugatan ke PTUN dengan nomor perkara 31 dengan tergugat Kemenkum HAM. “Alhamdulillah tanggal 18 Agsutus 2022, keluarlah putusan itu yang mengabulkan seluruh gugatan kami. Salah satu point putusan itu menyatakan batal SK Kemkum HAM Nomor AHU-0000001. AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Sulit Air Sepakat,” papar Afdhal.
Permintaan Maaf
Meskipun semua gugatannya dikabulkan PTUN , sehingga hanya ada satu kepengurusan DPP SAS yang sah, namun Samsuddin tetap akan akan merangkul semua cabang yang ingin berbaik hati atau bersikap positif kepada pengurus DPP SAS yang sah. “Jika mereka tetap bersikukuh, itu hak mereka. Menjadi pengurus DPP SAS merupakan ladang ibadah bagi kami,” kata Samsuddin.
Lebih jauh Samsuddin memaparkan, bagi pengurus cabang yang telah melakukan kesalahan, mereka cukup menyampaikan permintaan maaf kepada DPP SAS. “Ibaratnya kembali ke “pangkuan Ibu Pertiwi”. “Permintaan maaf tertulis itu ditujukan kepada DPP SAS sah dan semua anggota SAS di Indonesia dan di luar negeri,” tegas Samsuddin.[]