JAKARTA, WB – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar divonis seumur hidup, terkait kasus korupsi penerimaan suap sengketa Pilkada yang ditangani di MK, dan juga kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Menjatuhkan pidana kepada Akil Mochtar berupa pidana seumur hidup,” ujat Ketua Majelis Hakim Suwidya saat membacakan surat putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/6/2014).
Vonis Akil sudahj sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yang sebelumnya telah meminta kepada majlis hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap Akil dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Jaksa menilai Akil terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan korupsi terkait sengketa Pilkada di berbagai daerah dan juga TPPU-nya.
Hakim juga menyatakan, bahwa Akil terbukti menerima suap atau hadiah dari beberapa kasus Pilkada yang ia tangani di MK, diantaranya yakni Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak, Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).
Untuk Pilkada Kota Palembang, hakim menyatakan orang dekat Akil Muhtar Ependy terbukti menerima Rp 19,8 miliar dari Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito. Baik Romi maupun Masyito juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena diduga menerima suap dan memberikan keterangan palsu.
Kemudian, selain itu mantan anggota DPR itu juga dinyatakan terbukti menerima suap terkait Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar).
Bahkan dalam dakwaan ketiga, hakim menyebut Akil terbukti menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga. Hakim juga menyatakan Akil terbukti menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana sebesar Rp 7,5 miliar sebagaimana dakwaan keempat.
“Terungkap terdakwa menerima uang Rp 7,5 miliar ke rekening CV Ratu Samagat yang berhubungan dengan jabatannya,” kata hakim.
Dalam kasus ini, Akil hanya dinyatakan tidak terbukti menerima suap dalam Pilkada Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta. sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Menurut hakim, berdasarkan fakta persidangan, uang yang diterima Akil tersebut tidak bertujuan untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ketua Majelis Hakim Suwidya menyatakan perbuatan Akil menerima Rp 500 juta merupakan gratifikasi.
“Perbuatan menerima menurut majelis lebih kepada gratifikasi daripada suap,” ujar Suwidya.
Vonis Akil, memang tidak ada hal meringankan, bahkan sebaliknya ada hal-hal yang memberatkan kenapa Akil divonis seumur hidup. Pertama, terdakwa adalah ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir pencari keadilan sehingga harus memberikan contoh terbaik dalam integritas. Kedua, perbuatan terdakwa menyebabkan runtuhnya wibawa MK Republik Indonesia, ketiga diperlukan usaha yang sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan kepada lembanga MK.
Akil juga disebut, tidak pernah bersikap sopan di Pengadilan, serta tidak mengakui kesalahannya, sekaligus tidak menyesali kesalahnya.