JAKARTA, WB – Jelang Pilkada yang tidak lama lagi, berbagai isu terus menguak. Yang terus ramai dan akan selalu menjadi bola panas dalam bingkai pemberitaan, tentunya Pilkada DKI Jakarta yang saat ini salah satu kandidat calonnya yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), akan didemo pada 4 November 2016 nanti.
Prihal pernyataan Ahok yang dituduh menistakan agama karena menyinggung Surat Al-Maidah 51, memang banyak menimbulkan kontroversi dalam persepsi di masyatakat. Namun dimata tokoh kultur NU, As`ad Ali Said justru menyikapinya dengan bijak.
Menurutnya, selama memiliki semangat Bhineka Tunggal Ika, akan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan, musyawarah – mufakat.
Itu artinya kata As`ad aksi unjuk rasa terhadap calon gubernur petahana, yang meluas ke berbagai daerah merupakan bagian dari politik identitas yang lazim di negara yang menganut sistem politik demokrasi.
“Sepanjang masih berada jalur Kebhinekaan, tentu saja tidak menjadi masalah. Tetapi persoalannya yang terjadi pada saat ini sudah mengarah ke jalur mengkhawatirkan dan berpotensi menjadi perpecahan, ” jelas As`ad kepada wartawan Senin (1/11/2016).
Terkait aksi yang akan dilakukan oleh anggota ormas Islam dan LSM Islam dari berbagai daerah nanti, ia berpesan peserta aksi harus menjaga kedamaian, ketertiban dan tidak membawa isu SARA. Baginya, demonstrasi nanti tak bisa disalahkan karena bagian dalam menyampaikan pendapat dan keamanannya agar berjalan dengan tertib karena dijaga aparat kepolisian nantinya.
Ia melanjutkan, maraknya aksi demo menolak penodaan agama menjadi faktor pemicu (Trigger) yang mempercepat penyebaran isu SARA, ada berkaitan dengan kontestasi pilgub DKI. Pasalnya kata dia, jauh sebelum ada polemik Surat Al-Maidah 51, sudah ada anti Ahok dan triggernya Ahok salah ngomong dan ditafsirkan menjadi penodaan agama.
As`ad justru mengapresiasi langkah Ahok yang meminta maaf terkait ucapannya yang dinilai menyinggung salah satu kelompok atau golongan.
“Bukan saya dukung Ahok ya, Tapi yang tolak Ahok cagub harus mencari kelemahan Ahok selama memimpin Jakarta, bukan kesukuanya atau agamanya, ” ujarnya.
Namun ia menegaskan bahwa proses demokrasi 2017, harus lebih mengedepankan kepada program kerja para kandidat calonnya tersebut. “Pilkada Jakarta adalah strating poin dalam membangun kebangsaan kita, ” demikianmantan wakil kepala BIN ini berpendapat.
Dalam bernegara seperti halnya dalam Pilpres, Pileg dan Pilkada, Menurutnya, maka rujukan berpikir dan bertindak semestinya mengacu pada UUD dalam Pancasila.
“Referensi kesukuan dan keagamaan dalam menentukan sikap dan pilihan politik sesunguhnya sah-sah saja, sepanjang diekspresikan dalam wilayah privat atau dilingkungan internal masing-masing,” tandas As`ad .[]