JAKARTA, WB – Mengingat pentingnya obyek vital nasional sebagai kawasan / lokasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Mengingat objek vital nasional saat ini sudah masuk dalam ancaman serta gangguan terhadap daya dukung kehidupan khalayak banyak.
“Sektor energi dan sumber daya alam memiliki peran penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, lingkungan serta politik. Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan sebagian besar proyek dilingkungan sektor energi, dan sumber daya mineral sebagai obyek vital nasional (Obvitnas),” ujar Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Agus Justianto, dalam pembuka seminar bertema `Peran Strategis Obyek Vital Nasional dan Perlindungannya` dibilangan Cikini, Senin (28/9/2015).
Agus menjelaskan, objek vital nasional harus menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari dan harus terhindar dari gangguan bencana terhadap kemanusiaan dan pembangunan. Pasalnya segala bentuk ganguan dapat mengakibatkan kekacauan transportasi dan komunikasi secara nasional.
“Segala bentuk ancaman dan gangguan pastinya akan mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan pemerintah negara,” papar Agus.
Sementara itu dilokasi yang sama, Mantan Ketua Komisi VII DPR-RI periode 2009-2014, Milton Pakpahan menjelaskan bahwa soal pengamanan objek vital sudah diatur dalam Kepres RI No. 63 Thn 2004, tentang pengamanan obyek vital. Milton mengatakan, obyek vital memiliki peran penting bagi kehidupan bangsa dan negara baik ditinjau dari aspek ekonomi, politik sosial budaya, pertanahan dan keamanan.
“Jadi objek vital nasional harus mampu menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari, karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Geostrategis dan Pembangunan Wilayah, Edib Muslim menilai bahwa, peran objek vital tidak terlepas dari penggunaan kawasan hutan. Namun permasalahannya lanjut Edib, adalah terkait perijinan bidang pertambangan serta permasalahan kompensasi lahan pengganti yang sulit.
“Hulu migas menyumbang penerimaan negara terbesar kedua setelah pajak. Setiap tahunnya sekitar 30 persen penerimaan negara berasal dari kegiatan migas. Namun sayangnya saat ini ada kevakuman hukum aturan pendukung dari UU no. 41 Tahun 1999,” ujar Edib.
Dengan terbitnya UU 41 tersebut kata Edib, maka sebagian wilayah kegiatan eksplorasi dan eksploitas minyak dan gas bumi sudah masuk kedalam kawasan hutan saja melainkan masuk kedalam kawasan hutan konservasi.[]