WARTABUANA – Menjelang Hari AIDS Sedunia pada Selasa (1/12), laporan terbaru dari Program Bersama PBB tentang HIV/AIDS (UNAIDS) memperingatkan bahwa pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung dapat memicu kemunculan 123.000 hingga 293.000 kasus baru infeksi HIV dan tambahan 69.000 hingga 148.000 kematian akibat AIDS antara 2020-2022.
Dalam laporan bertajuk “Mengalahkan pandemi dengan memusatkan perhatian pada masyarakat” yang dipublikasikan pada 26 November itu, UNAIDS memperingatkan bahwa respons AIDS global sudah keluar jalur bahkan sebelum COVID-19 merebak. Beberapa tahun lalu, respons itu menetapkan tiga target yang berkaitan dengan angka 90, termasuk bahwa pada 2020, 90 persen individu yang terjangkit HIV mengetahui status HIV mereka, 90 persen individu yang mengetahui status HIV mereka mendapat perawatan, dan 90 persen individu yang menjalani perawatan HIV ditekan beban virusnya. Namun, pesatnya penyebaran coronavirus memunculkan tantangan baru.
Agar dunia kembali ke jalurnya dalam upaya mengakhiri AIDS pada 2030, sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (UNSDG), UNAIDS menyerukan agar semua negara secara signifikan meningkatkan investasi dalam respons pandemi global serta mengadopsi serangkaian target baru yang berani dan ambisius namun dapat dijangkau terkait HIV.
“Kegagalan kolektif untuk berinvestasi secara cukup dalam respons HIV yang komprehensif, berbasis hak, dan berpusat pada masyarakat harus dibayar dengan harga mahal,” ujar Direktur Eksekutif UNAIDS Winnie Byanyima dalam pernyataan pers pada 26 November. “Menerapkan hanya program-program yang paling menguntungkan dari segi politik tidak akan mengubah situasi terkait COVID-19 ataupun mengakhiri AIDS. Untuk membawa respons global kembali ke jalurnya, masyarakat harus didahulukan dan kesenjangan yang dipicu oleh epidemi harus diatasi.”
Seorang petugas medis memeriksa pasien di kereta Kesehatan Phelophepa di Springs, Johannesburg, Afrika Selatan, pada 10 September 2020. (Xinhua/Yeshiel)
Sejak itu, UNAIDS mengajukan serangkaian target baru untuk 2025 yang, jika tercapai, akan memungkinkan UNSDG untuk mengakhiri epidemi AIDS pada 2030. Rangkaian target itu meliputi upaya membuat sejumlah pencapaian dengan persentase 95 persen pada 2025, seperti 95 persen wanita usia subur terpenuhi kebutuhannya akan layanan kesehatan reproduksi, seksual, dan HIV; 95 persen wanita hamil dan menyusui yang terjangkit HIV ditekan beban virusnya; 95 persen anak-anak yang terpapar HIV dites; dan 95 persen individu yang berisiko terinfeksi HIV menggunakan kombinasi opsi pencegahan yang tepat, diprioritaskan, berpusat pada individu, dan efektif.
Target untuk 2025 itu juga mencakup sederet target antidiskriminasi, seperti bahwa kurang dari 10 persen negara memiliki undang-undang dan kebijakan punitif, kurang dari 10 persen orang yang terjangkit dan terdampak HIV mengalami stigma dan diskriminasi, serta kurang dari 10 persen mengalami ketidaksetaraan gender dan kekerasan.
UNAIDS memperingatkan bahwa respons AIDS global sudah keluar jalur bahkan sebelum COVID-19 merebak, dan pesatnya penyebaran coronavirus memunculkan tantangan baru.
Ketika dihadapkan pada pandemi COVID-19 yang tak kunjung usai, kepala UNAIDS itu kembali menyampaikan seruannya terkait solidaritas global dan agar dunia belajar dari kesalahan dalam hal respons HIV. “Tidak ada negara yang mampu mengalahkan pandemi-pandemi ini tanpa bantuan. Tantangan sebesar ini hanya dapat dikalahkan dengan menempa solidaritas global, mengemban tanggung jawab bersama, serta menggerakkan respons yang merangkul semua pihak. Kita bisa melakukannya dengan berbagi beban dan bekerja sama.”
Menurut UNAIDS, tambahan 1,7 juta kasus HIV dan 690.000 kematian akibat penyakit yang berkaitan dengan AIDS tercatat pada 2019. Secara global, 38 juta orang terjangkit HIV, dengan lebih dari 12 juta menantikan pengobatan HIV yang dapat menyelamatkan nyawa mereka.[Xinhua]