JAKARTA, WB – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Prof Din Syamsudin menegaskan, terorisme bukan semata aksi kriminal luar biasa, tetapi ada dimensi intelijen, politik, dan ekonomi, termasuk faktor geopolitik global.
Hal itu disampaikan Prof Din Syamsudin di Indonesia Lawyer Club (ILC) , Selasa (15/5/2018) lalu. Bahkan dia mengutip pernyataan Hillary Clinton saat kampanye Pilpres AS, yang mengakui ISIS itu ciptaan Amerika.
“Jadi, ISIS itu bukan Islam. Itu yang saya sebut self crime islamic terrorism, diklaim tapi sebenarnya ada pemain-pemain,” kata Din.
Karena itu, dia usul, dalam masalah terorisme, berikan juga perhatian pada faktor non-ideologi. Sebab, tambahnya, tanpa sentuhan faktor ekonomi, politik, dan intelijen, faktor ideologi saja tidak cukup menyebabkan munculnya terorisme.
Terakhir, Din berharap, kasus terorisme ini membuat sesama anak bangsa saling meneror hanya karena berbeda ormas, agama, partai, dan profesi.
Itu diungkapkannya, sebab menurutnya, sekarang ini terjadi saling teror di antara anak bangsa hanya karena perbedaan pandangan dalam menyikapi sesuatu, termasuk kasus terorisme.
Untuk mengatasi terorisme, Din mengusulkan, selain pendekatan law enforcement, juga mesti dilakukan melalui pendekatan kultural.
“Sejak tahun 2003, ormas-ormas bersama MUI sudah meminta ke Polri, `jangan mengaitkan terorisme dengan Islam`. Mungkinkah Polri menggunakan istilah lain, seperti kelompok pengacau keamanan,” harap Din.
Din menambahkan, ketika Polri mengaitkan terorisme dengan Islam, maka itu jelas menyinggung perasaan umat Islam yang jelas-jelas tidak memiliki pemahaman radikal. Inilah salah satu cara dengan pendekatan kultural.[]