JAKARTA, WB – Makin maraknya fitnah, hoax, ujaran kebencian dan permusuhan di media sosial telah menggugah Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan batasan-batasan kepada umat Islam dalam menggunakan media sosial. Batasan-batasan itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.
Ketua umum MUI Ma`ruf Amin berharap fatwa yang terdiri dari 5 point itu bisa mencegah penyebaran konten yang berisi berita bohong dan mengarah pada upaya adu domba di tengah masyarakat berseliweran di media sosial.
“Selain isinya jangan sampai berita bohong dan adu domba, dan yang sangat dirasakan sudah mengarah pada kebencian dan permusuhan. Jadi, yang dilarang oleh agama,” ujar Ma`ruf Amin di Jakarta, Senin (6/5/2017).
Fatwa tersebut menulis 5 poin sebagai ketentuan hukum di mana setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
2. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
3. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syari.
5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Selain individu, fatwa ini juga menyasar aktivitas buzzer di media sosial yang menyediakan informasi berisi hoaks, gibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan. “Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya,” ucap Ma`ruf.
Fatwa tersebut kemudian diserahkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Menkominfo berharap fatwa tersebut bisa mencegah konten-konten negatif di media sosial. Menkominfo akan berkoordinasi dan berkomunikasi dengan MUI terkait implementasi fatwa tersebut.
Rudiantara mengatakan akan mempertimbangkan fatwa ini dalam merevisi Peraturan Menteri tentang penggunaan media sosial. Menurutnya situasi media sosial perlu ditindak secara nyata. “Kalau hanya ditidak dari dunia maya, tidak aka nada efek jera. Karena satu akun ditutup, mereka bisa bikin lagi akun baru,” ujarnya.
Rudiantara berencana tidak hanya akan menutup akun-akun media sosial yang melanggar. Dia mengatakan juga akan menutup penyelenggara media sosial jika berkali-kali tidak menanggapi laporan dari Kemkominfo terhadap akun-akun yang melanggar tersebut. []