WARTABUANA – Kasus dugaan `pencurian` foto Tino Saroengallo karya fotografer kawakan Aryono Huboyo Djati yang dilakukan sembilan media online memasuki babak baru. Selasa (25/9/2018) lalu, kedua belah pihak melakukan mediasi di Dewan Pers.
Kesembilan media online yang sebelumnya disomasi Aryono melalui kuasa hukumnya Paulus Irawan, SH dari Law Office Pangka & Syndicate diantaranya Grid.id, Tribunnews.com, Detik.com, MetroTVnews.com, MataMata.com, Poliklitik.com, KapanLagi.com, MedCom.id dan Merdeka.com.
“Ini sifatnya untuk menentukan apakah ada etika jurnalistik yang dilanggar. Untuk soal gugatan atau tuntutan ekonomi, Dewan Pers menyarankan untuk diselesaikan di luar,” ujar Paulus Irawan, SH yang akrab disapa Iwan Panka ini.
Masih menurut Iwan Panka, penggunaan foto dari hasil karya kliennya tanpa izin telah melanggar pasal 112 dan 113 ayat 2 dan 3 Undang-undang (UU) 28/2014 tentang Hak Kekakayaan Intelektual (HAKI), dengan denda maksimal Rp 1 miliar.
Saat melakukan mediasi, beberapa kolega Aryono turut hadir memberikan dukungan moril seperti sutradara muda dengan segudang prestasi Angga Dwimas Sasongko dan musisi Viky Sianipar. Kehadiran kedua seniman beda genre ini selain mensuport Aryono, mereka juga berharap kasus ini bisa dituntaskan melalui jalur hukum.
Menurut Angga yang baru saja menggarap film Wiro Sableng, persoalan pelanggaran Hak Cipta baik di dunia film, musik dan fotografi, memang sering terjadi. Hal tersebut lantaran hukum tidak ditegakkan secara benar.
“Bahkan masyarakat kerap menganggap sepele atas hak intelektual dari seseorang kreator. Apalagi ditambah dengan kondisi bagaimana persoalan hukumnya baru bisa dijalankan, jika ada yang melaporkannya,” ujar Angga.
Angga menilai, hak cipta tak hanya melindungi karyanya, namun juga melindungi nilai ekonomi yang ada di dalamnya serta pengembangan dari karya tersebut yang juga menguntungkan pihak lain.
“Begitu pun, seperti pada karya potret yang dipermasalahkan ini, orang mungkin tidak pernah menyadari akan nilai intelektual dan nilai ekonomi yang terkandung didalamnya. Masyarakat mungkin tidak faham dari selembar karya potret tersebut dapat dimanfaatkan untuk film, musik, buku, maupun produk kreatif lainnya. Dimana pada muaranya akan menghasilkan nilai ekonomi didalamnya. Termasuk menjadi penyumbang bagi devisa negara atas karya kreatifnya dan seterusnya,” papar Angga.
Senada dengan Angga, musisi icky Sianipar melihat kesan terkait pelanggaran hak cipta ini kalau dilakukan secara bersama sama, maka sesuatu yang salah itu seolah menjadi sesuatu yang benar. Padahal itu jelas jelas salah. Jadi butuh ketegasan dalam pengawasan serta penegakkan hukum dari Intelectual Property Crime yang terus terjadi itu.
Tino Saroengallo adalah jurnalis, aktor, dan sutradara senior Indonesia, yang wafat 27 Juli 2018, Pk. 09.10 WIB lalu. Meninggalnya Tino mendapat pemberitaan luas, termasuk sembilan media online tersebut yang menggunakan foto Tino tanpa seijin Aryono sang fotografer.
Potret itu dibidik tahun 2016, atas permintaan Tino sendiri untuk buku yang tengah dipersiapkannya, namun baru disiarkan lewat akun lnstagram “matajeli” sesaat setelah kabar wafatnya Tino sampai ke telinga Aryono.
Aryono baru mengetahui adanya “pencurian” karyanya pada 31 Juli 2018, setelah ia menggugling kata kunci Tino Saroengallo.
Sebelumnya Aryono pernah diminta Noorca M. Massardl untuk menggunakan potret Tino untuk foto cover buku yang rencananya diluncurkan pada Peringatan 100 Hari Tino Saroengallo. []