JAKARTA, WB – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi HAM Internasional (Human Rights Working Group—HRWG) sangat menyesalkan sikap politik kebijakan luar negeri Indonesia dalam Sidang Khusus Majelis Umum PBB (UNGASS) untuk Narkoba yang mendorong berlanjutnya hukuman mati untuk narkoba. Sebagai Negara yang memiliki record HAM lebih maju dibandingkan negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati, sikap Indonesia untuk mengkonsolidasikan negara-negara retensionis tersebut merupakan kemunduran luar biasa dari masa-masa sebelumnya.
“Dibandingkan Negara seperti Malaysia, Tiongkok, Saudi Arabia, atau Singapura, Indonesia itu pada posisi yang lebih maju dalam hal penegakan HAM dan demokrasi, seharusnya kita memainkan peranan penting untuk mengeluarkan kebijakan luar negeri yang lebih positif. Bukan sebaliknya.” Demikian disampaikan Muhammad Hafiz, Pjs. Direktur Eksekutif HRWG melalui keterangannya, Jakarta, Kamis (21/4).
Menurut HRWG, Indonesia gagal untuk memainkan peran pentingnya. Padahal, menurut catatan, Indonesia telah berhasil memperbaiki kebijakan luar negerinya di tahun 2012, dengan sikap Abstain terhadap moratorium hukuman mati. Sayangnya, demikian disampaikan, saat ini Indonesia mundur dan berkoalisi negara-negara retensionis untuk menolak hukuman mati dalam Sidang UNGASS di New York.
Sikap ini menjadi sangat paradoks dalam konteks Indonesia saat ini. Di satu sisi Presiden Jokowi tengah mengkampanyekan Indonesia di Eropa dengan capaian demokrasi yang diraih Indonesia saat ini, namun pada saat yang sama kita justru menguatkan posisi sebagai negara yang masih menerapkan hukuman mati. “Sikap ini yang kami sangat sesalkan, padahal kita tahu bahwa hukuman mati sendiri bertentangan dengan spirit reformasi hukum pidana yang sedang dilakukan oleh Indonesia. Harusnya, ada sikap politik yang lebih bijak dan sesuai dengan kepentingan nasional!”, ujar Hafiz.
Hafiz melanjutkan, “Seharusnya Pemerintah melihat pro dan kontra hukuman mati di Indonesia saat ini sebagai suatu kemajuan yang mengarah pada kemajuan. Dengan mendukung dan bahkan kabarnya memimpin koalisi negara-negara retensionis, itu sangat menjatuhkan citra Indonesia”. HRWG sangat menyesalkan sikap Pemerintah yang menyamakan kedudukan Indonesia dengan negara-negara yang nyata-nyata jauh tertinggal dengan Indonesia di bidang HAM.
HRWG mendesak pemerintah Indonesia untuk memikirkan kembali sikap tersebut, sembari memperbaiki proses penegakan hukum yang transparan dan akuntabel. Sebagaimana sebelumnya, selain prinsip hukuman mati bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, salah satu permasalahan utama yang terjadi dalam hukuman mati adalah sistem penegakan hukum yang masih sangat lemah, koruptif, dan tidak fair. Hafiz menyatakan, “Hal ini membuka peluang besar banyaknya putusan-putusan mati yang ternyata tak sesuai dengan apa yang dilakukan terdakwa. Ada banyak data tentang ini dan sayangnya pemerintah kita tidak belajar dari kesalahan tersebut”. []