JAKARTA, WB – Keberadaan Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang benar-benar mengelola apotek sangat sulit ditemukan. Hanya namanya saja tercantum dalam papan nama apotek, tetapi orangnya tidak ada. Padahal seharusnya dia bertanggungjawab atas pengelolaan apotek tersebut.
Karena itu BPOM dan PP IAI sepakat untuk mendorong agar apoteker, terutama di pelayanan, berpraktek secara bertanggungjawab dan akan memberikan sangsi tegas, bila kewajiban sebagai penanggungjawab apotek dilalaikan.
Kondisi itu menjadi salah satu pokok bahasan ketika sejumlah Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) melakukan audiendi dengan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Salah satu yang telah dilakukan BPOM adalah menutup enam apotek rakyat yang apotekernya kedapatan tidak pernah melakukan praktek pelayanan kefarmasian. Penutupan apotek rakyat tersebut dilakukan setelah BPOM berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta.
“Kita sudah melakukan penindakan terhadap apotek rakyat, berupa penutupan apotek, setelah sebelumnya berkoordinasi dengan Bapak Gubernur DKI. Kita harapkan koordinasi serupa bisa dilakukan dengan kepala daerah lainnya nanti,’’ ungkap Penny yang disambut baik oleh ketua Umum PP IAI, Nurul Falah Edi Pariang.
Dalam kesempatan itu, Nurul Falah memberikan acungan jempol dan apresiasi terhadap sejumlah langkah tegas yang telah dilakukan BPOM dibawah kepemimpinan Penny Lukito. Nurul kemudian bahkan menyebutkan, IAI telah mengajukan usulan agar Permenkes tentang Apotek Rakyat segera dicabut karena tidak sesuai dengan PP No 51 tahun 2009 yang mewajibkan apoteker melakukan praktek kefarmasian secara bertanggungjawab.
Penny yang siang itu didampingi sejumlah pejabat teras BPOM menerima dengan tangan terbuka sejumlah masukan yang disampaikan oleh PP IAI. Selain Nurul Falah, sejumlah pengurus turut mendampingi, diantaranya Sekjen Noffendri Rustam, Bendahara Ellen Wijaya, Bidang Advokasi Mufti Djusnir, Dewan Kehormatan M Dani Pratomo dan Darodjatun Sanusi.
Dalam diskusi yang berlangsung hangat dan akrab tersebut, Penny menyatakan tindakan tegas terhadap pelanggaran praktek kefarmasian itu merupakan tindak lanjut dari agenda utama BPOM, yaitu revitalisasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
BPOM berharap kedepannya akan mendapatkan lebih banyak kewenangan untuk melakukan pengawasam secara lebih komprehensif. Ia juga telah menyiapkan sangsi sangsi untuk memberikan efek jera terhadap pelanggaran yang dilakukan.
“Untuk itu saya mengarahkan dalam struktur organisasi yang baru nanti akan ada kedeputian penindakan dan kewaspadaan obat dan makanan yang pada intinya meningkatkan kualitas pengawasan, sehingga bisa memberikan penindakan hukum, ada kepastian hukum dan bisa menimbulkan efek jera, yang pada akhirnya akan menurunkan permasalahan yang kita hadapi,” tambah Penny.
Untuk itu ia mengharapkan masukan dari IAI agar segala program yang telah ia siapkan dapat terlaksana dengan baik.
Nurul Falah menyambut baik visi misi BPOM ke depan tersebut, karena hal itu sejalan dengan cita-cita IAI yang menginginkan agar para apoteker bisa berpraktek secara bertanggungjawab. Sejalan dengan BPOM, tujuan didirikannya IAI adalah untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme apoteker sehingga mampu menjalankan praktek profesi yang bertanggungjawab.
Untuk itu Nurul berharap BPOM menerbitkan sertifikat GPP (Good Pharmacy Practice) yang akan memberikan standar penilaian bagi apoteker untuk berpraktek di pelayanan. Hal ini sejalan dengan diterbitkannya CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) di bidang industri serta CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) di bidang distribusi.[]