JAKARTA,WB – Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mempunyai catatan tersendiri terhadap sektor hukum yang seperti tidak tersentuh dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut Donald, dikatakan tidak tersentuh dilihat dari kisruh pengesahan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi Undang-Undang MD3.
“Pemerintah dan DPR sudah mengesahkan revisi tersebut dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu. Namun, belakangan muncul kritik dari masyarakat karena tiga pasal dalam UU itu dianggap memberikan kuasa berlebih kepada DPR,” kata Donald belum lama ini.
Donal menambahkan, pasca MD3 disahkan langsung muncul penolakan publik. Al hasil Presiden Joko Widodo pun mempertimbangkan untuk tidak menandatangani UU MD3.
Donal melanjutkan, hal yang kontraproduktif ini bisa terjadi karena sejak awal Jokowi tak pernah memberikan perhatian pada sektor hukum.
“Pemerintah saat ini terkesan sibuk membangun infrastruktur fisik, tapi infrastruktur hukum dan demokrasi terabaikan,” tutur Donal.
Donal menambahkan, terabaikannya sektor hukum di era Jokowi juga bisa dilihat dari tidak adanya pakar-pakar hukum yang profesional baik di kabinet maupun di lingkar istana.
Posisi penting seperti Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Hukum dan HAM, hingga Jaksa Agung justru diisi oleh politisi.
“Coba sebutkan siapa pakar hukum yang ada di pemerintahan Jokowi? Enggak ada,” kata Donal Fariz.
Bahkan kata Donal, pakar-pakar hukum tidak pernah diundang ke Istana Kepresidenan untuk melakukan diskusi. Jokowi hanya sibuk mengundang tokoh agama. Selain itu, Jokowi juga sibuk mengundang kelompok seniman, budayawan dan pegiat media sosial.
Donal pun meminta Jokowi mengambil langkah konkret apabila tidak sepakat dengan sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3. Dia menilai, tidak cukup apabila Jokowi tidak menandatangani UU tersebut.
Sebab, apabila tidak ditandatangani Jokowi, UU MD3 tetap otomatis berlaku setelah 30 hari disahkan.
“Tanda tangan itu hanya formalitas saja,” ucap Donal.[]