JAKARTA, WB – Dalam rangka memperingati 13 tahun perlindungan lingkungan internasional, para pengajar, peneliti dan juga pengamat lingkungan khususnya hukum lingkungan yang tergabung dalam IUCNAEL, mendesak kepada setiap pemerintah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati baik laut dan hutannya dapat memberikan penjagaan dan perlindungan khusus terhadap sumber kekayaan alam baik hutan dan juga laut.
IUCNAEL berharap, Indonesia yang merupakan salah satu negara kaya akan keanekaragaman hayati baik hutan dan lautnya dapat memberikan pengawasan serta perlindungan lingkungan ketat agar keanekaragaman hayati tidak ada yang berkurang ataupun punah.
“Ada lebih dari lima puluh negara yang dilibatkan terkait permasalahan ini, bahwa pentingnya memberikan perlindungan terhadap lingkungan keanekaragaman hayati disetiap negara,” ujar Sekertariat IUCN, Jamie Benidickson kepada media di Atmajaya, Rabu (9/9/2015).
Jamie mengatakan, salah satu cara untuk melindungi lingkungan keanekaragaman hayati adalah dengan membuat aturan yang terkait dengan pemanfaatan hutan dan laut. Dengan adanya aturan tersebut, setidaknya dapat menjadi tameng dimana semua pihak dapat mengetahui apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dalam pengelolaan serta pemanfaatan lingkungan di laut dan hutan.
Sementara itu dilokasi yang sama, Dekan Hukum Universitas Atmajaya, Yanti Fristikawati menjelaskan bahwa, acara Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN) yang dihelat di kampus Atmajaya ini, merupakan acara yang sangat positif, mengingat kondisi keanekaragaman hayati dunia dan Indonesia khususnya juga menjadi perhatian serius pemerintahan Jokowi.
Oleh karena itu, dalam acara tersebut Yanti mengundang perwakilan dari pemerintah terkait seperti kementerian lingkungan hidup dan juga kementerian kehutanan.
Acara yang melibatkan 35 delegasi perwakilan negara, dengan jumlah peserta 175 orang termasuk Indonesia itu, diharapkan Yanti dapat memberikan jawaban sekaligus saran kepada mahasiswa dan juga pemerintah atas berbagai permasalahan serius terkait hutan dan juga laut. Dan salah satu permasalahan serius yang kini menjadi pekerjaan rumah adalah soal kabut asap.
Seperti diketahui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat ada 156 titik panas sumber kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Dari 156 titik tersebut, 95 titik di Sumatera dan 61 titik di Kalimantan.
Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kabut asap juga menyebar ke sejumlah daerah di sekitar enam provinsi tersebut. Di Sumatera, kabut asap menyelimuti 80 persen wilayahnya. Paling tidak sebanyak 25,6 juta jiwa terpapar asap, yaitu 22,6 juta jiwa di Sumatera dan 3 juta jiwa di Kalimantan.
“Kalau soal kabut asap kita masih cari tau yah permasalahannya. Tapi yang jelas acara ini diharapkan dapat memberikan penyelesaian sekaligus jawaban terhadap permasalahan tersebut,” tandas Yanti.[]