IRAN, WB – Iran menjadi negara dengan tingkat pecandu obat-obatan terlarang paling mengkhawatirkan di dunia, dengan PBB memperkirakan lebih dari 2.5 persen populasi di sana adalah pecandu.
Abbas Deylamizade, direktur Rebirth – organisasi non pemerintah terbesar di Iran yang mendevosikan diri untuk merawat pecandu narkoba – percaya bahwa lebih dari 5 juta penduduk di negara tersebut terjerat dalam obat-obatan terlarang.
Lebih parahnya lagi, di Iran opium atau ganja sudah menjadi hal biasa bahkan menjadi tradisi. Di kota Kerman, misalnya, tamu disambut dengan pipa ganja sebagai bentuk dari ramah tamah.
Menurut Irish Times, walaupun masyarakat di Iran bukan tergolong penduduk yang memiliki kehidupan ekonomi baik, banyak populasi miskin di negara tersebut yang rela melakukan apa saja untuk membeli narkoba dengan harga murah.
Amir, salah seorang warga Iran yang tinggal di kawasan kumuh Darvazeh Ghar, hidup bersama ratusan pecandu lain. Hidup dalam kemiskinan tidak membuat Amir berhenti mengkonsumsi narkoba. Bahkan ia rela tidak makan demi narkoba.
“Terkadang saya menjadi pekerja konstruksi. Atau memungut sampah-sampah orang kaya di utara Teheran dimana saya bisa menjual barang-barang tersebut ke kalangan rendah,” ujar Amir.
Sesuai dengan kemampuan ekonominya, Amir dapat memperoleh obat-obatan terlarang seperti heroin atau methamphetamine Kristal (sabu-sabu) yang dikenal sebagai shisheh, dengan harga Rp 35 ribu per buahnya.
Kebanyakan suplai obat-obatan terlarang di Iran datang dari negara tetangga mereka, Afganistan. Afganistan memproduksi 5.500 ton ganja pada tahun 2013, membuat negara tersebut menjadi sumber utama konsumsi opium.
Pemerintah Iran telah membangun pagar berkawat listrik, kanal, dan sebagainya, namun tetap saja tidak akan menghentikan peredaran narkoba di sana karena lokasi `sasaran empuk’ sebagai rute transit ke Eropa bagi para pengedar. []