JAKARTA, WB – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menganggarkan senilai Rp41 Milyar untuk pembelian 101 unit mobil anggota DPRD DKI. Mobil tersebut akan dipinjamkan ke-101 anggota DPRD DKI Jakarta hingga 2019.
Analisis politik kebijakan anggaran Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi ikut berkomentar mengenai hal tersebut. Dirinya menegaskan para pejabat DPRD DKI jangan menikmati fasilitas mobil tersebut. Namun, harus peduli terhadap ekonomi saat ini.
“Kita dorong agar DPRD DKI tolak dan kembalikan mobil itu ke Ahok,” tegas dia.
Ditambahkan Uchok ditengah kondisi krisis ekonomi yang tengah membelit bangsa Indonesia tidak sepantasnya pejabat negara menghamburkan uang dan memberikan fasilitas.
“Jadi itu keputusan yang sangat tidak tepat,” imbuh dia.
Karena itu Uchok juga mengusulkan sebaiknya dana untuk pembelian mobil dinas anggota DPRD dialihkan untuk kebutuhan dan kesejahteraan rakyat.
Diberitakan sebelumnya anggaran senilai Rp41 Milyar dikeluarkan untuk pembelian 101 unit mobil DPRD DKI Jakarta. Dana yang keluar dari kantong Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 ini diperuntukan untuk membeli Toyota Corolla Altis bagi pejabat Kebon Sirih tersebut.
Sebelumnya rencana tersebut ditolak Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama”. Pasalnya, Ahok beralasan, menyewa mobil dinas akan lebih mampu menghemat anggaran, dibanding dengan membeli mobil baru yang juga butuh biaya perawatan.
Langkah pembelian mobil sedan tersebut kata Ahok sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 17 Tahun 2007. Sehingga, pengadaan mobil yang menggunakan APBD DKI tersebut tidak menyalahi aturan.
“Mobil Dewan tadinya kami enggak mau kasih, maunya disewakan saja. Supaya mereka bisa cicil kasih tunjangan. Ternyata peraturannya enggak boleh. Jadi Dewan itu seharusnya enggak dapat mobil. Itu semacam operasional dan enggak bisa. Dasarnya enggak ada,” ujar mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Pengadaan mobil kata Ahok kepada anggota DPRD tersebut sudah rutin setiap periode pengangkatan anggota baru. “Penggunaan anggaran lebih hemat apabila hanya dikasih operasional mentahnya saja. Setelah kami kaji, ternyata memang tidak bisa kalau dikasih, tidak ada payung hukumnya,” tandas dia. []