JAKARTA, WB – Ketua presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai bahwa, Presiden Jokowi telah melupakan atau mengabaikan konsep “Revolusi Mental” yang dikumandangkannya saat kampanye Pilpres 2014.
“Esensi dari Revolusi Mental adalah penegakan supremasi hukum, perbaikan birokrasi, pemberantasan korupsi, bebas kolusi maupun nepotisme,” ujar Neta kepada wartabuana.com, Kamis (23/10/2014)
Namun sayangnya kata Neta, Jokowi seakan mulai mengabaikan esensi dari revolusi mental tersebut.
Setidaknya hal ini terlihat dari diangkatnya menantu Hendropriyono (Brigjen Andika Perkasa) sebagai Komandan Paspampres. Lalu diangkatnya menantu Luhut Panjaitan (Kolonel Inf Maruli Simanjuntak) sebagai Dan Grup A Paspampres.
“Hendropriyono dan Luhut adalah tim sukses Jokowi. Sepertinya ada upaya balas jasa yang dilakukan Jokowi terhadap kedua jenderal purnawirawan itu,” ujar Neta.
Padahal sebelumnya Jokowi menekankan konsep politiknya adalah koalisi tanpa kompensasi atau balas jasa.
“IPW berharap ke depan, dalam menyusun kabinetnya, Jokowi konsisten dengan cita-cita Revolusi Mental. Sehingga tidak terjebak pada nepotisme dan upaya balas jasa. Dengan demikian Jokowi bisa membangun kabinet yang profesional. Konsep bekerja untuk bekerja bisa berjalan efektif dan maksimal,” paparnya kembali.
Lebih jauh Neta menambahkan, sikap konsisten pada Revolusi Mental, merupakan upaya penegakan supremasi hukum, perbaikan birokrasi, pemberantasan korupsi, pemerintahan bebas kolusi maupun nepotisme, bisa dilakukan dengan tegas dan konsisten. Sebab sejauh ini lanjut Neta, penegakan hukum belum berjalan maksimal.
“Mafia hukum masih bercokol menggerogoti negeri dengan kolusi dan nepotisme. Jika kabinet dibangun dengan nepotisme dipastikan Jokowi akan ewuh pakewuh dalam mengontrol kinerja menterinya dan penegakan hukum tidak akan pernah berjalan maksimal,” tandas Neta. []