JAKARTA, WB – Enam fraksi politisi di Senayan yang berupaya (kembali) melakukan Revisi terhadap Undang-Undang tentang KPK (Revisi UU KPK) menuai pro dan kontra. Dalam Pasal 5 dan Pasal 73 Revisi UU KPK menyebutkan umur KPK dibatasi hanya 12 tahun.
Terkait hal tersebut Presiden Joko Widodo menegaskan dirinya tidak mau ada pelemahan KPK. Lembaga antirasuah tersebut tetap menjadi badan yang kuat yang bisa melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.
“Presiden tidak ingin ada pelemahan KPK, Presiden menginginkan KPK tetap menjadi badan yang kuat yang bisa melakukan penindakan terhadap kasus korupsi,” tegas Menteri Koordinator bidang Pertahanan dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut B. Pandjaitan sebagaimana dikutip dari laman Setkab.go.id, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Luhut menjelaskan, dari hasil pembahasan sejauh ini ada beberapa masalah yang menjadi polemik di masyarakat. Yang pertama adalah menyangkut pada kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Menurut Luhut, tidak adanya SP3 pada penyidikan KPK saat ini, dinilai Mahkamah Agung (MA) itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), jika menyangkut orang-orang yang sudah meninggal, orang yang sakit berat (stroke), sehingga perkaranya tidak bisa terus jalan.
Mengenai aturan penyadapan, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan menegaskan, terkait prosedur penyadapan yang sedang diusulkan diharapkan tidak mengurangi kinerja KPK. Ia mengingatkan, di badan manapun memiliki prosedur tertentu untuk melakukan penyadapan bukan tanpa izin dan pengawasan, namun tidak perlu izin pengadilan.
Menurut Luhut, masalah penyadapan itu dapat dilakukan setelah mendapatkan alat bukti jika orang tersebut benar melakukan korupsi dengan seizin dari pengawas. “Jadi tidak ada tindakan yang semena-mena tanpa control,” tegasnya.
Adapun mengenai pengawas di KPK, menurut Menko Polhukam, bagaimanapun KPK itu harus ada pengawasnya. “Jadi organisasi apa yang tidak ada pengawas yang ditunjuk oleh pemerintah yang punya tugas A, B, C, D,” tegasnya.
Menko Polhukam juga menjelaskan tentang usulan penyidik independen. Luhut menegaskan, keputusan tersebut belum final, hanya saja ia menilai usulan tersebut masih masuk akal, dan ia meminta jika benar akan dibentuk penyidik independen agar penataannya jelas, dan diadakan audit kualifikasi terlebih dahulu.
Mengenai tax amnesti, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan meminta agar jangan dikaitkan dengan pengampunan terhadap terpidana korupsi. Ia menjelaskan tax amenesti tidak berlaku kepada terpidana yang berkasnya sudah P21 ataupun melibatkan uang drugs, uang teroris, dan uang human trafficking.
“Dari hal ini diharapkan adanya keuntungan pada negara, yakni pemasukan dalam negeri dan pemerintah memiliki data base tax yang besar dan menaikkan tax rasio,” pungkas Luhut. []