JAKARTA, WB – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyesalkan artikel yang ditulis Michael Buehler, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London, “Waiting In The White House Lobby” melalui laman New Mandala http://asiapacific.anu.edu.au pada Jumat (6/11), yang menyebut adanya peran broker dalam pertemuan antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Barrack Obama, di Gedung Putih, Washington DC, Senin (26/10) lalu.
“Isu yang diangkat sangat tidak akurat, tidak berdasar dan sebagian mendekati ke arah fiktif,” kata Kemenlu seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Jakarta, Sabtu (7/11).
Kemlu kembali menegaskan kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat adalah atas undangan Presiden Obama yang disampaikan langsung pada saat pertemuan bilateral di sela-sela KTT APEC 2014 di Beijing pada 10 November 2014.
“Undangan ini kemudian ditindaklanjuti dengan undangan tertulis yang disampaikan melalui saluran diplomatik,” jelas siaran pers Kemlu. Namun karena jadwal Presiden Jokowi serta perhatian beliau akan berbagai isu penting dan mendesak mengakibatkan undangan ini baru dapat dipenuhi pada tanggal 25-27 Oktober 2015.
Siaran pers Kemlu juga menjelaskan, sama halnya dengan persiapan kunjungan Presiden RI ke negara-negara lain, persiapan kunjungan ke Amerika Serikat tersebut dipimpin oleh Menteri Luar Negeri, berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga, parlemen, KBRI Washington D.C., Konsulat Jenderal RI di San Francisco, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, serta kalangan bisnis dan para pemangku kepentingan lainnya.
Persiapan untuk kunjungan tersebut, lanjut siaran pers Kemlu, juga mencakup sejumlah pertemuan tingkat Menteri dan kunjungan timbal balik para Menteri dan pejabat tinggi dari kedua negara, sejumlah misi bisnis, dan puncaknya adalah pertemuan antara Menteri Luar Negeri RI dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di Washington, D.C. pada tanggal 21 September 2015.
“Hal ini menandai pentingnya kesuksesan hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat yang bukan hanya menjadi kepentingan Pemerintah, namun juga berbagai pemangku kepentingan di Indonesia secara menyeluruh,” jelas Kemlu.
Persiapan intensif itu, lanjut siaran pers Kemlu, memungkinkan ditandatanganinya lebih dari 18 perjanjian bisnis senilai lebih dari 20 miliar dollar AS, dan sejumlah Nota Kesepahaman antara Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia.
“Kunjungan ini juga meningkatkan hubungan kedua negara menjadi mitra yang lebih strategis,” tandasnya. []