JAKARTA, WB – Setelah jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho akan mempraperadilankan lembaga anti rasuah tersebut.
Sebagaimana diketahui, informasi penetapan status tersangka Gatot disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji melalui pesan singkat kepada sejumlah awak media.
“Hasil ekspose (pada rapat pimpinan dan tim lengkap) progress kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) Hakim TUN (Tata Usaha Negara), maka KPK per hari ini akan menerbitkan Sprindik (surat perintah penyidikan) dengan menetapkan Gubernur Sumut GPN dan ES (istri), keduanya sebagai tersangka,” demikian isi pesan singkat yang diterima pada Selasa (28/7/2015).
Razman Arif Nasution, kuasa hukum Gatot menegaskan, timnya sudah langsung melakukan rapat setelah mengetahui informasi penetapan tersangka kliennya. Dengan penetapan itu, tidak ada lagi cara yang harus ditempuh untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan, selain melalukan upaya hukum praperadilan karena mereka menilai banyak yang janggal dalam penanganan kasus ini.
Menurut Razman, pengumuman penetapan tersangka ini tidak lazim. Seharusnya KPK menggelar konferensi pers agar tidak ada kesimpangsiuran terhadap status hukum seseorang.
Razman menegaskan, seharusnya KPK bisa menunjukkan dua alat bukti yang disebut-sebuat sebagai dasar kuat penetapan tersangka terhadap Gatot dan istrinya.
“Kami meminta KPK dapat membuktikan 2 alat bukti yang bisa menjadikan Pak Gatot dan Ibu Evy sebagai tersangka. Dan karena itulah upaya praperadilan menjadi jalan yang harus ditempuh terutama dari aspek `Penggeledahan, Penyitaan dan status Tersangka`,” papar mantan tim kuasa hukum Komjen Pol Budi Gunawan ini.
KPK membidik Gatot dan istrinya hampir sama dengan yang diterapkan kepada pengacara senior Otto Cornelis (OC) Kaligis, yakni tersangka pemberi. Pasalnya pun hampir sama. Sebelumnya, Atas perbuatannya, Kaligis dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b dan/ atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1 ) ke-(1) KUH Pidana. []