JAKARTA, WB – Ekonom sekaligus politikus senior Kwik Kian Gie, mencatat bahwa
keinginan Presiden Joko Widodo yang menggeber proyek infrastruktur dinilai tidak sejalan dengan penerimaan negara yang masih seret.
Kata Kwik dengan realisasi penerimaan akhir September 2017, dengan 61,5 persen dari target yakni Rp 770,7 triliun, amunisi dana infrastruktur bisa terbilang mini. Ini belum termasuk kondisi perusahaan negara yang mendapat penugasan proyek infrastruktur.
“Ini harus dicegah dari sekarang, dengan mengerem investasi,” jelas Kwik belum lama ini.
Kwik yang merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini mengusulan agar pemerintah menunda ambisi menyelesaikan proyek infrastruktur.
Besarnya pendanaan infrastruktur bisa membebani keuangan negara yang bisa berefek negatif bagi perekonomian nasional, yakni terseret ke jurang resesi.
“Banyak proyek infrastruktur telah memacu investasi, tapi pendanaannya jauh dari harapan,” kata Kwik.
Kwik menyebut, ekonomi Indonesia saat ini sejalan dengan teori overinvestment. Inti dari teori overinvestment adalah kegiatan investasi lebih besar dari tabungan yang menyebabkan pembiayaan investasi dengan kredit bank.
Makanya, pemerintah harus melakukan penjadwalan kembali proyek-proyek besar. Kredit komersial dari luar negeri juga harus dikendalikan. “Kebijakan uang ketat (tight money policy), harus diberlakukan,” tandas Kwik.[]