JAKARTA, WB – Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) terus memperkuat kerjasama dengan setiap pemangku kepentingan kekayaan intelektual dalam mengkampanyekan semangat Peduli Asli dan Menolak Barang Palsu.
Dalam hal ini MIAP terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, produsen hingga konsumen sebagai pengguna akhir.
Widyaretna Buenastuti – Ketua MIAP mengatakan, sosialisasi pentingnya penghargaan dan perlindungan kekayaan intelektual terus dilakukan sejalan dengan langkah menggaungkan semangat Peduli Asli, yang merupakan komitmen yang akan dijaga oleh MIAP untuk melindungi konsumen dari ancaman produk palsu.
“Dalam setiap kesempatan, kami berharap bahwa kerjasama dengan para pemangku kepentingan pemberantasan barang palsu terus terjalin, demi melindungi konsumen dan masyarakat secara luas. Bulan suci adalah momen baik untuk mengulas kembali kerjasama yang sudah terjalin” ungkap Widyaretna Buenastuti dalam acara Buka Puasa Bersama Media yang dilaksanakan di Restauran Meradelima, Selasa 20 Juni 2017.
Masyarakat produsen dihimbau untuk mendaftarkan merek dari produk yang diciptakan baik dari sisi nama merek (brand) hingga merek bentukan (design model) untuk menghindari sengketa merek hingga potensi pemalsuan.
Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkum-HAM, Fathlurachman mengatakan hingga saat ini pendaftar merek yang masuk mencapai 300 berkas per hari. Jika dihitung per tahun diperkirakan mencapai 60 ribu proposal merek yang masuk ke Direktorat Merek.
“Ini yang harus kita selesaikan. Karena masih 20-40 ribuan merek yang didaftar 2016 yang belum tuntas. Masa tunggu hingga sertifikat merek keluar sudah diperpendek jadi 9 bulan sejak didaftarkan di UU Merek yang baru. Kalau yang lama 14 bulan masa tunggunya,” jelas Fathlurachman.
Dia menambahkan, bersama dengan jajaran direktorat lainnya di DJKI maupun lintas sektoral, dan intansi terkait, pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap pelanggaran kekayaan intelektual. “Karena pengaduan yang kita terima sekira 150 – 200 terkait pelanggaran hak cipta, termasuk sengketa merek,” ungkap Fathlurachman.
Selanjutnya Widyaretna Buenastuti menegaskan, pendaftaran merek memberikan keamanan bagi produsen dan sekaligus memberikan kenyamanan bagi konsumen.
“Bulan lalu kita melakukan sosialisasi UU Merek ke para pendaftar di DJKI. Ini penting karena ada sejumlah ketentuan baru di dalam UU Merek. Misalnya soal Merek Terkenal yang sering disengketakan,” kata Widyaretna.
Widyaretna juga mengingatkan konsumen akan menjamurnya online shoping yang berisiko didominasi barang palsu alias asli tetapi kualitas 1-2. “Jadi penjual produk secara online harus memastikan hak konsumen untuk menikmati produk asli. Karena gambar yang di internet beda dengan barang yang diterima, seringnya begitu,” katanya.
Selain itu, MIAP juga bekerjasama dengan pihak Kepolisian untuk mencegah peredaran produk palsu di lapangan, dan giat mengkampanyekan semangat Peduli Asli. “Kita bersama kepolisian kemarin (19 Juni 2017) melakukan penindakan terhadap pemalsuan produk kacamata merek Ray Ban dan Oakley di Bandung. Kita amankan sekira 22 ribu pieces,” kata Sekjen MIAP, Justisiari Kusumah.
Terkait pelanggaran tersebut, Tatok S, Kanit Industri dan Perdagangan, Direktorat Tipideksus Bareskrim Mabes Polri, mengatakan, bahwa penyelesaian sengketa dalam UU Merek didahulu secara administratif, perdata, dan terakhir baru secara pidana.
“Jadi daftarkan merek Anda, dan kalau ada yang meniru/memalsukan, laporkan karena hak ekonomi anda dilangar. Tetapi prinsip UU Merek itu ultimum remidium jika ada sengketa. Jadi diawali somasi, kalau tidak diindahkan baru ditempuh melalui pengadilan karena ada unsur kesengajaan yang terpenuhi,” pungkas Totok. [Oz]