JAKARTA, WB – Selepas wafatnya mantan Imam Besar Mesjid Istiqlal Ali Mustafa Ya`qub beberapa netizen atau pengguna internet yang aktif mengaku tidak menyangka atas kepulangannya. Misalnya pemilik akun dengan nama @wahabbkamal yang mencuit almarhum adalah ulama yang disegani dan juga sosok yang tawadhu.
“KH. Ali Mustafa Yaqub adalah ulama yang gue segani dan gue `percaya`. Beliau sangat tawadhu. Jangan lupa kirim doa guys,” tulisnya, Jakarta, Kamis (28/4).
Begitu juga @avitour menulis Almarhum KH Ali Mustafa Yaqub adalah cendekiawan Muslim penting Indonesia. “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun telaj berpulang ke rahmatullah guru kita Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA,” imbuh @ASuryadilaga seperti penelusuran Wartabuana.com.
Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA meninggal di usianya ke-64. Pria yang lahir di Batang, Jawa Tengah, 2 Maret 1952 menghabiskan pendidikannya di pesantren. Pada tahun 1966 mulai nyantri di Pondok Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah 1969. Kemudian ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak.
Disamping belajar formal sampai Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy`ari, di Pesantren ini ia menekuni kitab-kitab kuning di bawah asuhan para kiai sepuh, antara lain al-Marhum KH. Idris Kamali, al-Marhum KH. Adlan Ali, al-Marhum KH. Shobari dan al-Musnid KH. Syansuri Badawi. Di Pesantren ini ia mengajar Bahasa Arab, sampai awal 1976.
Tahun 1976 ia menuntut ilmu lagi di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah license, 1980. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan lagi di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir dan Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Tahun itu juga ia pulang ke tanah air dan mengajar di Institut Ilmu al-Quran (IIQ), Institut Studi Ilmu al-Quran (ISIQ/PTIQ), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) al-Hamidiyah, dan IAIN Syarif Hidayatullah, Tahun 1989, bersama keluarganya ia mendirikan Pesantren “Darus-Salam” di desa kelahirannya.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh yang aktif menulis ini, pernah menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Muaballighin, Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Ketua STIDA al-Hamidiyah Jakarta, dan sejak Ramadhan 1415 H/Februari 1995 ia diamanati untuk menjadi Pengasuh/Pelaksana Harian Pesantren al-Hamidiyah Depok, setelah pendirinya KH. Achmad Sjaichu wafat 4 Januari 1995. Terakhir ia didaulat oleh kawan-kawannya untuk menjadi Ketua Lembaga Pengkajian Hadis Indonesia (LepHi). []