JAKARTA, WB – Sidang Tahunan MPR tahun ini menambah daftar sidang di Parlemen. Sidang yang berbasis konvensi ini dinilai sebagai langkah mundur seperti di era Orde Baru.
Presiden Joko Widodo harus rela pidato di hadapan forum yang sama dengan tiga tema yang berbeda pada Jumat (14/8/2015). Pertama, presiden berpidato dalam forum Sidang Tahunan MPR. Pidato kedua di hadapan sidang bersama DPR-DPD serta yang terakhir pidato presiden di hadapan sidang paripurna DPR dengan agenda penyampaikan RAPBN 2016 dan nota keuangan.
“Format sidang MPR ini dimana presiden melaporkan kinerja semua lembaga negara seperti mengembalikan sistem ketatanegaran ke era Orde Baru. Presiden adalah mandataris MPR,” kata pakar hukum tata negara Irman Putrasidin di Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Pidato Presiden Jokowi dalam forum Sidang Tahunan MPR inilah yang merupakan hasil konvensi ketatanegaraan yang dinilai tidak memiliki basis konstitusi. Irman mengkritik pola pidato Presiden yang meyampaikan laporan kinerja lembaga-lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY).
“Ini lembaga tinggi negara seperti era Orde Baru. Jadi tidak seharusnya presiden yang menyampaikan kinerja lembaga-lembaga negara itu. Jokowi pun dipaksa menerima hal yang seperti ini,” tutur Irman.
Dengan sidang tersebut, Irman menilai telah menjadikan MPR seperti lembaga tertinggi negara dan menjadikan presiden sebagai mandataris MPR. Tak segan, Irman menyebut langkah MPR merupakan langkah yang mundur.
“Ini langkah mundur dan kasihan presiden. Saya harap panggung seperti ini tidak dijadikan kebiasaan,” tandas Irman.[]