JAKARTA, WB – Undang-undang Minyak dan Gas (Migas) yang mengatur pengelolaan minyak dan gas dalam negeri dinilai pakar ekonomi kerakyatan, Revrisond Baswir tidak sesuai dengan sistem demokrasi ekonomi.
“UU Migas perlu diubah menjadi lebih demokratis dan berpihak pada kepentingan nasional,” jelas Baswir, Jumat (26/12/2014).
Pengamat dari Universitas Gadjah Mada ini menambahkan, keberadaan Undang-Undang nomor 22 tahun 2001, tentang Minyak dan Gas dikatakan tidak sesuai sistem demokrasi ekonomi atau sistem ekonomi pancasila. Pasalnya UU tersebut dunilai masih memberikan peluang besar dominasi asing dalam pengelolaan hulu hingga hilir minyak dan gas Indonesia.
“UU tersebut masih bertentangan dengan semangat demokrasi ekonomi,” ujar Baswir.
Misalnya, melalui UU tersebut pengelolaan minyak di sektor hilir seperti usaha retail melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) memungkinkan didominasi perusahaan-perusahaan retail migas asing, sebut saja seperti Petronas atau Shell.
Pengelolaan migas dalam negeri, lanjut Baswir perlu bercermin pada ketentuan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa perekonomian diupayakan sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi.
“Revisi UU Migas dinilai perlu dilakukan, selain melakukan penyegaran kembali konsep koperasi, serta perjuangan buruh. Sebab UU Migas tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945,” pungkas Baswir. []