WARTABUANA – Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran akan cita-cita bangsa Indonesia tersebut harus selalu disegarkan kembali ditengah situasi politik yang penuh kegaduhan jelang Pemilu ini.
Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam pembukaan Diskusi Serial Kebangsaan yang digelar Aliansi Kebangsaan bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia (FRI) bertema Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban Menuju Cita-Cita Nasional dengan Paradigma Pancasila di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (21/3/2019).
Pontjo Sutowo juga mengingatkan bahwa pemilihan presiden hanyalah sarana, bukan tujuan utama pembangunan. Karena itu sewajarnya anak bangsa tidak terjebak oleh siklus lima tahunan bernama Pemilu. “Jangan menempatkan Pemilu seolah-olah merupakan tujuan hidup bernegara dan berbangsa, sehingga seluruh energy terkuras hanya untuk mengurus pemilu,” jekas Pontjo.
Pontjo mengakui energi politik kita terlalu banyak terkuras untuk memenangkan kontestasi politik. Hal tersebut membuat agenda-agenda pembangunan hanya sekedar merespon hal-hal yang bersifat jangka pendek, tambal sulam dan tidak fundamental.
Hadir pula sebagai narasumber diskui Prof. Emil Salim dan Dr. Yudi Latif, FGD juga menampilkan pembicara Prof. Didin S Damanhuri, Guru Besar IPB, Mayjen (Purn) I Dewa Putu Rai, Prof. Rochmat Wahab, Prof. Dwia Aries Tina Pulubuh, dan Prof. Asep Saefuddin.
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Emil Salim menjabarkan soal perekonomian dan ekonomi kerakyatan yang sedang berlangsung dalam tatanan kehidupan berbangsa saat ini. Emil menekankan bahwa Pancasila merupakan teropong sebagai cara kita melihat peri kehidupan bangsa di dunia ini.
“Sebagai contoh Amerika dengan Kapitalismenya, Rusia dengan Komunismenya, nah bangsa Indonesia oleh para pendirinya saat Kemerdekaan menggunakan Pancasila sebagai teropongnya dalam melihat dunia. Lebih jauh kita perlu mencoba menterjemahkan Pancasila didalam bahasa kuantitatif,” papar Emil.
Sementara itu Pengamat Politik Yudi Latif mengatakan Pancasila sudah disepakati sebagai nilai bersama yang mengikat bangsa Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu kegaduhan politik menjelang pesta demokrasi tidak sepantasnya membuat implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata menjadi menurun.
“Kegaduhan politik telah mengakibatkan menurunkan nilai-nilai Pancasila seperti nilai tepa salira, saling menghargai, saling menghormati,memahami perbedaan, nilai gotong royong dan nilai kerjasama,” kata Yudi Latief
Karena itu ia mengajak para elite politik untuk mereflesikan diri apakah nilai demokrasi yang diterapkan di Indonesia sudah sesuai dengan Pancasila atau belum. Apakah dmeokrasi yang kita anut sudah berbasis pada Pancasila atau belum.
“Ada yang lebih penting dari sekedar konstelasi politik, yaitu Pancasila. Mau dimana kemana Negara ini setelah pemilu nanti,” lanjut Yudi.
Ia mengingatkan bahwa sejatinya inti dari pembangunan nasional adalah meningkatkan peradaban manusia. Teknologi dibangun tanpa peradaban tentu tidak akan memberikan manfaat pada manusia.[]