JAKARTA, WB – Pusat Study Kajian Perbankan ( PSKP) BUMN, Lubis Pandapotan, berharap agar dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS ) Bank Tabungan Negara (BTN/ Persero) yang akan digelar pada hari Jumat (16/3/2017) semua direksi dicopot semua.
Lubis berpendapat, semua direksi BTN yang dipimpin oleh Maryono sebenarnya tidak seindah dari kenyataannya dan memiliki banyak permasalahan.
Lubis menjelaskan, dalam kasus Koperasi simpan pinjam Pandawa ,banyak nasabah KSP Pandawa mengunakan dana yang berasal dari pinjaman BTN.
“Karena banyak anggota dan pengurus KSP Pandawa sendiri Bekas karyawan bank BTN dan Karyawan BTN yang masih aktif,” ujar Lubis dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/3/2017).
Dia mengaku modus yang dilakukan untuk membobol BTN yaitu dengan mengajukan kredit perbaikan rumah ,kredit pemilikan rumah bekas kepada masyarakat yang menjadi nasabah BTN , setelah dana cair .Maka diminta di investasikan di KSP Pandawa dengan iming bunga yang besar dan cicilan hutang pada BTN akan dibayarkan oleh KSP Pandawa .
“Sayangnya ketika dana KSP Pandawa dibobol dan dibawah lari, maka semua kredit yang dikucurkan bank BTN akan macet,” ungkapnya.
Jika dilihat, Kasus KSP Pandawa mirip yang terjadi di PT Pos Indonesia yang menimpa karyawan PT Pos Indonesia dengan meminjam mengunkan Kredit Tanpa Anggunan ( KTA) dibeberapa bank kemudian di minta di investasikan di koperasi simpan pinjam dan dana nya lenyap ,kemudian ribuan karyawan Posindo terlilit hutang ratusan miliar di Bank pemberi KTA
“Belum lagi dengan banyak pembobolan dana nasabah bank BTN oleh karyawan BTN ini makin menunjukan ketidakberesan manajemen Bank BTN,” ujarnya.
Karena itu, lanjurt dia, BTN yang sudah menjadi perusahaan publik harus diselamatkan dengan mencopot semua jajaran Direksi Bank BTN pada RUPS 17 maret 2017
Seperti diketahui, sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengatakan, sangat prihatin dengan sistem pengawasan internal perbankan di Indonesia. Setelah sebelumnya BRI yang paling besar, ternyata BTN juga mengalami hal yang sama.
Namun, politisi PDIP ini menolak jika kasus pembobolan dana nasabah BTN harus meggugat presiden Joko Widodo ( Jokowi). Eva menilai tindakan menggugat kurang tepat.
“Saya kira kurang tepat, karena ini negara bukan kerajaan yang tidak ada pembagian dan pendelegasian wewenang,” papar Eva kepada wartawan, Sabtu (11/3/2017).
Dia mengaku, terkait urusan keuangan, bahkan Bank Indonesia ( BI) adalah lembaga independent, Demikian juga Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) adalah lepas dari pemerintah.
“Kasus pengelapan dana nasabah BTN oleh oknum karyawannya itu tanggung jawab kepolisian atau HAM, sifat problem BTN hanya di Banyuwangi. Tidak bersifat massif, sistemik, terstruktur ,sehingga kepala pemerintah bisa diseret,maka kasus itu biar diurus OJK cukup bersama polisi setempat,” tandas Eva.[]