JAKARTA, WB – Wakil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI KH Zaitun Rasmin mengungkapkan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan diadakannya dialog kepada Presiden RI Joko Widodo.
Hal itu disampaikan saat tampil menjadi salah satu narasumber pada acara talk show di sebuah stasiun televisi swasta, Selasa (23/5/2017) lalu.
Zaitun menyatakan bahwa usulan dialog sudah beberapa kali diusulkan kepada Presiden Joko Widodo namun belum terealisasi sampai saat ini.
“Dan Majelis Ulama lndonesia – kebetulan saya wakil Sekjen Majelis Ulama lndonesia selain Wakil Ketua GNPF – telah menyampaikan berkali-kali, Ketua Umum kami KH Dr. Ma`ruf Amin hafizhahullah, beliau berkali-kali mengatakan betapa pentingnya dialog. Ini sudah disampaikan kepada Bapak Presiden,” ungkapnya.
Hingga kini, dialog tersebut belum terealisasi, lanjut Zaitun, pihak MUI dan GNPF MUI masih menunggu kepastian tersebut.
“Sabarnya Pak Ketua Umum mungkin sudah tiga, empat kali, sampai kepada Bapak Presiden. Dan Bapak Presiden juga responnya juga baik, dan walaupum sekarang belum ada tanda-tanda (akan diadakan dialog) kita tidak ada masalah, tidak gembar-gemorkan keluar bahwa ini kita sudah ajukan (usulan dialog) kita tidak diterima tidak ada,” beliau menambahkan.
Wasekjen MUI ini juga mengusulkan diskusi terbuka dan debat ilmiah jika dipandang perlu.“Bila terasa ada perbedaan yang sulit kalau perlu kita diskusi terbuka, kalau perlu debat yang sehat dan seperti inilah dahulu tokoh-tokoh bangsa kita sehingga lndonesia begitu kuat,” tutur Zaitun.
Tradisi diskusi dan debat ilmiah, menurut Ketua Umum Wahdah Islamiyah ini, adalah tradisi yang telah dicontohkan oleh para pendahulu pendiri bangsa ini. Termasuk ketika mereka berkompromi saat menentukan dasar negara Pancasila.
Beliau katakan, “Sebegitu tajamnya perbedaan antara orang-orang, tokoh-tokoh Islam sebelum proklamasi dan di zaman orde lama, tajam sekali. Betapa tidak tajam, satu ingin negara lslam satu ingin negara kebangsaan. Sangat tajam, tapi mereka tidak berkelahi, tidak salaing menuduh, mereka masuk dialog. Kalau tidak cukup diskusi, debat ilmiah dan alhamdulillah ditemukan titik kompromi, Pancasila itu bentuk kompromi mereka, jangan kita lupakan,” urai Zaitun. [sm]