JAKARTA, WB – Dari hasil rangkuman diskusi selama 1,5 tahun, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) meluncurkan dan bedah buku Nilai Keindonesiaan, di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu (11/2/2017).
Ketua YSNB Iman Sunaryo mengatakan, buku Nilai Keindonesiaan memuat nilai-nilai budaya bangsa Indonesia ini diharapkan berharga bagi pembangunan institusi dalam berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, YSNB mempersembahkan buku tersebut bagi anak bangsa, pemangku kepentingan dalam pembangunan manusia Indonesia, khususnya lembaga-lembaga yang berkepentingan melakukan kajian dan penerapan nilai-nilai keindonesiaan.
“Buah pikir dari disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan nilai yang diperlukan dalam membangun budaya bangsa,” kata Iman.
Sementara itu Pembina YSNB, Pontjo Sutowo mengatakan, nilai budaya dan Keindonesiaan penting untuk memperkokoh fondasi pembangunan nasional. Keberpihakan pada kepentingan Nasional bisa muncul jika tertanam dengan kuat nilai kebangsaan dan Keindonesiaan yang berazaskan Pancasila.
“Kita punya masalah besar dengan nilai-nilai kebudayaan, seolah-olah ini bisa ada dengan sendirinya. Padaha harus dirancang. Nilai budaya tidak bisa muncul dengan sendirinya. Karenanya, tergerusnya budaya harus diantisipasi dengan penguatan kembali nilai budaya Bangsa dan Keindonesiaan,” kata Pontjo Sutowo dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku Nilai Keindonesiaan.
Menurut dia, teori pasar bebas menguntungkan hanya bagi mereka yang mampu. “Kita tidak bisa membuka dengan seluas-luasnya atas nama pasar bebas, tapi kita juga tidak boleh menutup diri dari bangsa lain. Intinya adalah kepentingan nasional (national interest) harus terjaga,” kata Pontjo.
Pontjo yang juga sebagai Ketua Aliansi Kebangsaan juga mengaku prihatin, seolah-olah national interest tidak penting. Menurut Pontjo, keberpihakan pada kepentingan Nasional bisa muncul jika tertanam dengan kuat nilai kebangsaan dan Keindonesiaan yang berazaskan Pancasila. Namun demikian, Pontjo tidak sependapat dengan prinsip Nasionalisasi jika diartikan sebagai penguasaan aset/perusahaan asing secara paksa yang notabene sah secara hukum. “Nasionalisasi harus dipahami dengan benar, tidak bisa diterjemahkan dengan mengambil milik orang lain,” ujarnya.
Dia mengaku prihatin bahwa saat ini masyarakat mengalami banyak perubahan sebab nilai-nilai global telah masuk ke semua aspek kehidupan dan semakin memarjinalkan nilai lokal yang sesungguhnya sarat dengan muatan kebajikan (local wisdom).
Karenanya dia berharap melalui buku berjudul Nilai Keindonesiaan yang merupakan rangkuman dari rangkaian hasil diskusi yang digelar pada periode Agustus 2015 sampai dengan 3 Desember 2016. “Buku ini akan mengantarkan kita ke cakrawala baru,” ujarnya.[]