JAKARTA, WB – Panitia Kerja DPR Undang-undang Terorisme telah menyepakati keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Kewenangan TNI dalam upaya pemberantasan terorisme itu akan masuk dalam revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003.
Menurut Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii, pembahasan revisi undang-undang terkait kewenangan melibatkan TNI hanya terkendala teknis, tidak ada perdebatan kontroversial.
“Tidak ada juga (hambatan kewenangan TNI), sebenarnya semua sudah sepaham, tinggal bagaimana penempatannya, penempatan pasal-pasalnya itu. Kalau tentang kewenangan TNI tidak ada perdebatan,” kata Syafii, Minggu (28/5/2017).
Panja DPR telah sepakat untuk menyetujui keterlibatan TNI dalam menindak teroris dalam tataran yang sesuai dengan pasal yang disusun. “Iya (setuju) dalam tataran yang sesuai dengan pasal yang kami susun, memang dimasukan peranan TNI,” ujar Syafii.
Poin pelibatan TNI ini sebenarnya tercantum pada draf RUU Antiterorisme yang diusulkan pemerintah pada Pasal 43B yang berbunyi:
Ayat 1
Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme
Ayat 2
Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia
Menyikapi perkembangan ini, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo merasa yakin keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme secara utuh akan lebih baik dan pemberantasan terorisme akan lebih optimal. “Saya optimis teroris bisa diatasi apabila undang-undangnya (seperti itu),” ungkap Gatot.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyebut keterlibatan TNI dalam menangani terorisme memang diperlukan. “Menurut saya kondisi yang darurat teroris ini membutuhkan kerja semua pihak, POLRI, BNPT, TNI, BIN. Jadi saya setuju keterlibatan TNI diperlukan pada tahap-tahap tertentu,” kata Meutya, Minggu (28/5/2017).
Dengan disetujuinya kewenangan TNI masuk di dalam draf, menurutnya saat ini tugas Panja tinggal mengatur kewenangan tiap institusi dengan jelas agar tidak tumpang tindih. Ia mengimbau, dalam pembahasan RUU Terorisme ini jangan sampai ada tarik menarik kewenangan.
“Tinggal nanti Panja mencari titik yang tepat sejauh mana keterlibatan TNI dan BIN dalam hal ini. Prinsip utamanya, bagi saya Panja ini jangan dijadikan tarik menarik kewenangan, ego sektoral harus dilepaskan demi kepentingan Nasional,” ujar Muetya.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mendukung masuknya unsur TNI dalam pemberantasan terorisme. Dia merujuk pada hasil pertemuannya dengan sejumlah pejabat negara sahabat yang sepakat menyatakan bahwa terorisme adalah musuh bersama.
“Terorisme itu mereka melaksanakan operasi secara total, kita juga memberantas mereka dengan total. Nggak mungkin kalau parsial,” kata Wiranto, Minggu (28/5/2017).
“Kalau yang dimita menghadapi (teroris) polisi, lalu tentara nganggur dan tiba-tiba ada teroris di depannya terus tentara karena terikat UU tidak bisa bergerak bagaimana?” paparnya.
Menurut Wiranto dalam menghadapi kelompok teroris harus dengan kekuatan total. “Jadi harus total, kalau total itu semua kekuatan kita komponen bangsa dikerahkan,” tegasnya. []