JAKARTA, WB – Indonesia terus menghadapi serangkaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mana pemerintahan President Joko Widodo gagal untuk atasi dan di beberapa kasus bahkan terlihat lebih buruk di bawah masa satu tahun jabatannya, menurut Amnesty International pada peluncuran Laporan Tahunan HAM globalnya hari ini.
Laporan ini mendokumentasikan serangkaian masalah HAM endemik di Indonesia sepanjang tahun lalu, termasuk hal mengkhawatirkan dan meningkatnya pengekangan kebebasan berkespresi, pembatasan kebebasan beragama, penggunaan kekuatan berlebihan, dan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan, dan kembalinya penggunaan hukuman mati.
“Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya punya banyak hal untuk dilakukan jika mereka mau memenuhi janji-janjinya untuk memperbaiki situasi HAM di Indonesia. Kami melihat suatu bahaya kemunduran di banyak isu HAM pada 2015,” menurut Josef Benedict, Deputi Direktur Kampanye Asia Tenggara Amnesty International dalam keterangannya yang diterima redaksi Wartabuana.com, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Meskipun pemerintah telah berulang kali membuat janji-janji untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM serius masa lalu, mereka masih keras kepala untuk melanjutkan komitmen-komitmen tersebut,” imbuhnya.
Kebebasan berekspresi dan beragama
Dibebaskannya aktivis pro-kemerdekaan Papua Filep Karma pada November – setelah ia menghabiskan lebih dari satu dekade di dalam penjara karena ekspresi politik damainya – merupakan sesuatu yang baik, tetapi tidak bisa menutupi pengekangan kebebasan berekspresi yang lebih luas di segala penjuru Indonesia.
Lebih dari 50 tahan nurani (prisoners of conscience) masih ada di balik jeruji di Papua dan Maluku, sementara penangkapan ratusan aktivis damai di Provinsi Papua dan Papua Barat terjadi sepanjang tahun lalu. Janji-janji Presiden Joko Widodo untuk menghapus pembatasan akses jurnalis asing ke Papua belum terpenuhi hingga akhir tahun lalu.
“Pemerintah Indonesia harus berhenti menangkap dan mengkriminalisasikan mereka yang berbicara secara damai. Semua tahanan nurani harus segera dan tanpa syarat dibebaskan, dan ketentuan hukum yang digunakan untuk memenjarakan mereka harus dicabut,” menurut Josef Benedict. Gangguan, intimidasi, dan serangan terhadap minoritas agama terus terjadi, difasilitasi oleh ketentuan hukum yang diskriminatif baik di tingkat nasional maupun lokal. []