JAKARTA, WB – Human Rights Working Group (HRWG) mengapresiasi sikap tegas yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak dilibatkan sebagai eksekutor hukuman kebiri yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 karena tidak sesuai dengan kode etik kedokteran.
HRWG memandang bahwa munculnya sikap IDI tersebut merupakan sinyalemen dari proses pembuatan PERPPU yang tidak partisipatif dan mempertimbangkan segala aspeknya secara matang. Lebih dari itu, upaya untuk menghukum seseorang dengan kebiri sendiri merupakan hukuman yang termasuk dalam kategori penyiksaan; hukuman yang kejam, merendahkan dan tidak manusiawi.
“PERPPU ini merupakan gambaran tidak matangnya rencana dan kajian yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak terkait untuk memerangi kejahatan seksual. Solusi yang seharusnya betul-betul dipikirkan secara matang, justru dibuat dengan mengikuti histeria sesaat dan reaktif”, demikian disampaikan Muhammad Hafiz, Direktur Eksekutif HRWG pada 6 Juni 2016 di Jakarta.
Selain itu, HRWG memandang bahwa seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah untuk membuka peluang partisipasi publik sebesar-besarnya dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil betul-betul dapat menyasar permasalahan dan implementatif. “Sejak awal, seharusnya Pemerintah sudah mempertimbangkan hal ini. Banyaknya penolakan dari pelbagai kalangan tentang kebiri ini bukan tidak beralasan. Meskipun kejahatan seksual terhadap anak harus diberantas dan dihukum seberat-beratnya, namun hal itu harus memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi yang telah disepakati”, demikian lanjut Hafiz. []