JAKARTA, WB – Setelah pernyataannya menimbulkan kontroversi, akhirnya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjelaskan maksud pidatonya yang menyatakan bahwa Indonesia akan bubar pada 2030.
Menurut Prabowo, di luar negeri ada bentuk tulisan atau buku yang namanya scenario writing. Bentuknya, kata Prabowo, bisa berbentuk novel yang ditulis oleh ahli atau pakar intelijen strategis. Dalam buku itu, mengatakan Indonesia bisa tidak ada lagi pada 2030.
“Jadi itu ada tulisan dari luar negeri. Banyak pembicaraan seperti itu di luar negeri,” kata Prabowo Subianto kepada wartawan, usai menjadi pembicara kunci dalam acara Wadah Global Gathering di Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Dia mengaku, tujuan menyampaikan hal itu saat pidato adalah sekadar menyampaikan bahwa ada kajian dari ahli intelijen di luar negeri yang menyatakan Indonesia bisa tidak ada lagi pada 2030.
“Itu agar semua pihak waspada, tidak menganggap enteng persoalan-persoalan. Karena, dari awal lahirnya republik ini, banyak yang iri dengan kekayaan alam Indonesia,” katanya.
Sejak dulu, lanjut dia, Indonesia selalu didatangi pihak asing dan dirampok kekayaan alamnya, selama ratusan tahun. Mereka datang ke Indonesia untuk menjajah karena Indonesia kaya. “Setelah perang kemerdekaan tetap Indonesia mau dipecah, dari dulu, selalu, selalu.”
“Kita jangan terlalu lugu. Bahwa banyak yang iri sama kita, banyak yang tidak punya sumber daya alam, jadi mereka ingin kaya dari kita.”
Dia mempersilakan saja kepada pihak untuk tidak percaya atau percaya dengan pernyataannya. “Kewajiban saya sebagai anak bangsa, saya harus bicara kalau melihat suatu bahaya,” ujar dia.
Dia juga menegaskan dan membantah bahwa dia dan partainya, Gerindra, tidak pernah menyatakan antiasing. Justru dia ingin bersahabat dengan asing. “Saya, kita, tidak antiasing, kita mau bersahabat, bermitra dengan asing, tapi kita tidak mau dirampok, tidak mau dipecundangi asing,” kata dia.
Meskipun Prabowo tak menyebut buku atau novel yang dimaksud, namun memang ada sebuah novel yang mencoba menganalisis masa depan dunia.
Judulnya novel tersebut adalah “Ghost Fleet”. Novel itu ditulis oleh P.W Singer, seorang ahli ilmu politik luar negeri yang mendapatkan Ph.D dari Harvard University.
Dia bersama rekannya August Cole mencoba memrediksi apa yang akan terjadi di masa depan dalam konflik global. Agar prediksi dan perspektifnya hidup, mereka tuliskan analisanya dalam bentuk drama novel. Karena yang menulis seorang yang sangat ahli, novel ini bahkan menjadi perhatian serius.
Menurut analis politik dan pakar survei, Denny JA, pensiunan laksama angkatan laut Amerika Serikat, James G Stavridis, yang kini menjadi dekan di Tufts University hubungan internasional, menyebut buku ini (novel) adalah blue print untuk memahami perang masa depan.
Pemimpin militer di negeri Paman Sam itu mewajibkan para tentara membacanya. Soal Indonesia sebenarnya hanya disinggung lebih sebagai pembuka dan sambil lalu.
Menurut Denny, topik utama novel itu justru bercerita tentang bangkitnya China selaku super power yang bahkan melampaui Amerika Serikat.(*)